Melakukan Investigasi Kayu Ilegal - Panduan

Panduan Melakukan Investigasi Kayu Ilegalini memberikan instruksi yang jelas mengenai cara dimana siapapun bisa memainkan peran dalam melakukan investigasi terhadap rantai pasok kayu illegal. Dalam panduan ini terdapat penjelasan yang terperinci mengenai sumber-sumber informasi dan perangkat-perangkat yang dapat dimanfaatkan untuk mencari tahu apakah kayu tertentu yang dipanen dengan melanggar hukum, diperdagangkan dan dijual di pasar-pasar yang sensitif.

Panduan ini tersedia dalam Bahasa InggrisPerancisSpanyol dan Indonesia. Panduan ini bisa diunduh dan dicetak sebagai file PDF yang disertai ilustrasi, atau dibaca langsung dalam situs ini.

Investigation

1. Pendahuluan

Penebangan liar yang merajalela telah menciptakan berbagai dampak yang sangat destruktif terhadap kehidupan liar, masyarakat dan iklim global. Pemerintah dari berbagai negara yang menghadapi masalah penebangan liar dan perdagangan yang terkait dengannya telah mengalami kerugian dari hilangnya pemasukan hingga mencapai milyaran dolar, sementara masyarakat adat dan komunitas lokal yang bergantung pada hutan kehilangan lahan dan mata pencaharian mereka. Penebangan liar telah melemahkan supremasi hukum, mendorong korupsi dan di beberapa kejadian bahkan berkontribusi terhadap konflik bersenjata.

Sebagian besar dari kayu dan produk-produk kayu yang dihasilkan secara ilegal, dari hutan Amazon sampai dengan Asia Tenggara, pada akhirnya dijual di pasar yang sangat menguntungkan di Eropa dan Amerika Serikat. Menanggapi krisis ini, dan untuk mengatasi keterlibatan kedua pasar tersebut dalam permasalahan ini, pemerintah Uni Eropa (UE) dan AS telah mengesahkan legislasi yang melarang kayu ilegal untuk diperjual-belikan. Meskipun legislasi tersebut berhasil  menciptakan sedikit dampak, sejauh ini peraturan-peraturan tersebut belum berhasil menghentikan mayoritas impor kayu yang berasal dari sumber yang ilegal hingga mencapai pasar. Diperkirakan bahwa AS terus mengimpor kayu yang berasal dari sumber ilegal yang bernilai mencapai $3 milyar setiap tahunnya[1], selain itu kajian resmi dari EUTR menemukan bahwa implementasi peraturan tersebut hingga saat ini masih lemah. [2]

Satu alasan mengapa peraturan tersebut belum sepenuhnya berlaku efektif adalah, meskipun banyak informasi mengenai penebangan liar di negara-negara yang mengekspor kayu, belum ada bukti yang cukup memadai yang berhasil mencapai lembaga-lembaga yang ditugaskan untuk menegakkan peraturan ini di Eropa dan AS. Panduan ini bertujuan untuk menutup celah pada informasi tersebut.

Panduan ini ditujukan untuk membantu masyarakat sipil untuk mengidentifikasi kayu ilegal, melacak kayu ilegal yang beredar di pasar UE dan AS, dan mengumpulkan bukti-buktinya kepada otoritas yang relevan. Dengan mengambil contoh dari beberapa studi kasus di seluruh dunia, panduan ini merangkum berbagai perangkat, metode dan teknologi mutakhir untuk melakukan investigasi independen terhadap legalitas penebangan, perdagangan, ekspor dan untuk melacak kayu yang dipasok dengan melanggar hukum melalui rantai pasok yang rumit hingga mencapai konsumen akhir.

Panduan ini diharapkan bisa membantu setiap orang dan kelompok-kelompok yang saat ini terlibat dalam penelitian yang relevan, selain juga memberikan inspirasi dan memberdayakan masyarakat lainnya untuk bergabung dengan mereka. Dengan semakin banyaknya orang yang dibantu untuk membeberkan kasus-kasus penebangan liar dan perdagangan yang terkait dengannya, buku panduan ini diharapkan bisa membantu memperbaiki implementasi hukum yang relevan dan, pada akhirnya, mengurangi penebangan liar dan dampak kerusakannya terhadap masyarakat dan lingkungan.

Untuk siapa buku panduan ini?

Buku Panduan ini pada intinya ditujukan untuk digunakan oleh masyarakat sipil, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), komunitas lokal dan kelompok pemuda, dan para aktivis. Buku ini juga bisa menjadi buku yang menarik bagi para jurnalis investigatif. Anda bisa saja seorang anggota komunitas adat yang ingin mencari tahu siapa pihak yang sedang melakukan penebangan di lahan anda dan apakah yang mereka lakukan merupakan hal yang legal. Anda bisa saja sebuah LSM lokal atau aktivis independen yang ingin memeriksa legalitas perizinan pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit, dan melacak kemana perginya kayu-kayu yang dihasilkan. Anda bisa juga seorang jurnalis investigatif di suatu negara bagian dari Uni Eropa yang ingin menghasilkan cerita mengenai kayu ilegal yang digunakan untuk perabot taman.

Informasi dalam panduan ini relevan bagi setiap negara yang menghadapi berbagai tindakan pelanggaran hukum terkait penebangan atau pembukaan hutan dan perdagangan kayu yang terkait, dan bagi semua negara yang mengimpor kayu dari negara-negara ini. Meskipun panduan ini terutama fokus pada kasus-kasus yang berkaitan dengan rantai pasok ke UE dan AS, sebagian besar dari metode-metode yang dijelaskan dapat diterapkan di berbagai kasus lain dimana kayu dikirim ke negara-negara lain maupun dikonsumsi secara domestik. Bahkan pada peristiwa yang tidak melibatkan produksi kayu: meskipun sebagian besar dari panduan ini berkaitan dengan produksi kayu, sebagian besar perangkat dan metode-metodenya cukup relevan untuk digunakan dalam kegiatan investigasi pelanggaran hukum melalui pembukaan hutan (seperti untuk perkebunan komersil), dimana tidak terdapat produksi kayu.

Informasi yang terdapat dalam buku panduan ini juga bisa dimanfaatkan oleh pemerintah dan perusahaan. Lembaga-lembaga penegak hukum bisa memanfaatkan buku ini untuk penelitian mereka sendiri, atau untuk meningkatkan pemahaman terhadap informasi yang diberikan kepada mereka oleh rekan-rekan dari LSM. Para pembeli produk kayu bisa memanfaatkan beberapa metode yang ada di buku panduan ini untuk memeriksa legalitas kayu yang mereka beli. Penegak hukum dan pembeli produk kayu bisa memperoleh manfaat dari informasi kontekstual yang disajikan untuk meningkatkan pemahaman mereka mengenai fungsi pelanggaran hukum dalam sektor yang rumit ini.

Bagaimana cara memanfaatkan buku panduan ini?

Kemungkinan tidak semua informasi dalam buku panduan ini relevan bagi suatu kasus atau seorang pembaca tertentu. Para pembaca diharapkan memanfaatkan buku panduan ini sebagai sebuah sumber bacaan, dengan menyerap hanya bagian-bagian yang paling relevan bagi kebutuhan mereka, dan merujuk kembali kepada buku ini secara bertahap seiring perkembangan penelitian yang dilakukan. Buku panduan ini dibagi menjadi tiga bab, yang meliputi pembahasan-pembahasan berikut:

Bagian 1-3 memberikan suatu gambaran umum mengenai hukum yang telah disahkan di UE dan AS sebagai respon terhadap penebangan liar yang merajalela di dunia, dan mengkaji bagaimana informasi dari masyarakat sipil bisa mendukung implementasi dari undang-undang tersebut.

Bagian 4-10 menguraikan bagaimana pelanggaran hukum berfungsi dalam sektor tersebut, dari hutan ke pasar, dan memberikan panduan secara terperinci mengenai bagaimana seseorang atau lembaga bisa melakukan investigasi di berbagai tahapan rantai pasok.

Bagian 11-13 menjelaskan mengenai bagaimana informasi yang diperoleh selama investigasi bisa dimanfaatkan untuk mendukung implementasi hukum, meningkatkan berbagai kebijakan dan menutup pasar bagi kayu ilegal.

Buku panduan ini dipublikasikan bersama dengan situs terkait yang memuat berbagai sumber informasi tambahan. Situs tersebut akan diperbarui secara teratur dengan informasi baru termasuk berbagai perubahan pada hukum, perkembangan teknologi-teknologi yang relevan dan studi kasus baru. Situs tersebut juga akan memuat berbagai informasi mengenai kontak otoritas yang relevan di UE dan AS yang terus diperbarui.

Earthsight, penerbit buku panduan ini, juga berupaya untuk mengembangkan kemitraan dengan LSM yang terlibat dalam penelitian yang relevan. Earthsight bisa menyediakan pendampingan pro-bono untuk membantu berbagai lembaga dan individu untuk membangun, mengumpulkan dan mempublikasikan kasus-kasus perdagangan kayu ilegal. Pendampingan bisa berupa dukungan untuk memperoleh atau menganalisa penggalan informasi secara terpisah (misalnya interogasi terhadap database catatan pengiriman), sampai dengan penelitian bersama secara mendalam, termasuk kegiatan lapangan. Informasi lebih lanjut mengenai kemitraan, termasuk bagaimana cara mengemukakan jika anda berminat, bisa dilihat disini.

[1] Lawson, S. 2015. The Lacey Act’s Effectiveness in Reducing Illegal Wood Imports. Union of Concerned Scientists, http://www.ucsusa.org/sites/default/files/attach/2015/10/ucs-lacey-report-2015.pdf

[2] TEREA/S-for-S/Topperspective. 2016. Evaluation of the EU FLEGT Action Plan (Forest Law Enforcement Governance and Trade) 2004-2014. Commissioned by the European Commission through the European Forest Institute, http://www.flegt.org/evaluation

2. Penebangan liar dan respon dari negara konsumen

Di banyak negara penghasil kayu, mayoritas produksi kayu diperkirakan ilegal dalam berbagai cara. Pelanggaran hukum tersebar sangat luas dari hutan tropis di Amazon, Kongo dan Asia Tenggara, sampai dengan hutan boreal di Rusia. Secara keseluruhan, diperkirakan lebih dari 100 juta kubik meter kayu ditebangi secara ilegal setiap tahunnya: batang kayu dengan jumlah yang cukup untuk dibentangkan sebanyak sepuluh kali mengelilingi bumi. [1]

Dulu sebagian besar produksi kayu ilegal dihasilkan dari tebang pilih pohon-pohon yang bernilai tinggi, sementara sekarang terdapat peningkatan jumlah kayu ilegal yang berasal dari konversi seluruh wilayah hutan. Di Indonesia, 80 persen deforestasi untuk pertanian dan perkebunan kayu komersil merupakan hal yang melanggar hukum. Di hutan Amazon Brazil, angka ini mencapai 90 persen. [2] Secara global, diperkirakan setidaknya separuh dari seluruh hutan tropis yang dibuka selama 12 tahun pertama pada abad ini dilakukan secara ilegal. [3]

‘Penebangan liar’ sering disalahartikan hanya sebatas penebangan pohon secara liar oleh para kriminal di hutan-hutan yang dilindungi. Pada kenyataannya, aktivitas yang sedemikian hanya mencakup sebagian kecil dari wajah penebangan liar yang sesungguhnya pada masa sekarang ini. Sebagian besar penebangan liar dilakukan oleh perusahaan-perusahaan berlisensi pada hutan-hutan yang sudah dilengkapi perizinan, namun meskipun demikian masih melanggar satu atau berbagai rangkaian peraturan. Sebagian besar kayu yang bersumber dari praktik ilegal dicuci melalui rantai pasok ‘resmi’ atau yang tidak teridentifikasi sebagai ilegal dan karenanya diperdagangkan secara terbuka, bukan diselundupkan. Sering kali peraturan terpenting yang dilanggar adalah yang berkenaan dengan hak-hak komunitas lokal. Sebagian besar kayu ilegal sekarang merupakan hasil tambahan dari pembukaan lahan secara ilegal untuk pertanian berskala besar dibandingkan dari tebang pilih tradisional.

Buku panduan ini menggunakan definisi umum penebangan liar, termasuk segala bentuk penebangan pohon, pemrosesan dan perdagangan kayu yang dilakukan bertentangan dengan legislasi atau peraturan nasional. Hal ini mencakup berbagai jenis tindak kriminal, termasuk (namun tidak terbatas) praktik-praktik seperti penerbitan izin pemanenan kayu secara ilegal, korupsi pada alokasi perizinan, pemanenan yang melebihi batas di dalam wilayah yang telah diberi izin, penghindaran pajak dan pelanggaran undang-undang perlindungan sosial. Yang terpenting, hal ini juga mencakup penebangan dan konversi hutan yang terjadi dengan melanggar hak-hak masyarakat lokal dan komunitas adat, yang seringkali bergantung pada hutan untuk mata pencaharian mereka dan yang paling banyak mengalami penderitaan dari deforestasi.

Respon terhadap penebangan liar di pasar-pasar besar

Penebangan liar dipicu oleh penjualan kayu yang berasal dari tindakan pelanggaran hukum, yang banyak memasuki perdagangan internasional. UE dan AS merupakan kalangan importir dan konsumen kayu dan produk-produk kayu dari sumber ilegalyang terbesar di dunia. Sebagai suatu upaya untuk mengatasi keterlibatannya dalam krisis global ini, keduanya baru-baru ini telah mengesahkan legislasi yang bertujuan untuk mencegah impor dan perdagangan kayu yang berasal dari sumber ilegal. Implementasi yang efektif dari hukum-hukum tersebut – US Lacey Act dan European Union Timber Regulation (EUTR) – sangat penting bagi kesuksesan upaya yang lebih luas untuk menghentikan penebangan liar.

Meskipun tujuan khusus dari peraturan tersebut adalah untuk mengurangi hingga menghentikan impor kayu ilegal ke dalam pasar di masing-masing negara tersebut, sesungguhnya ia memiliki nilai yang jauh lebih besar. Peraturan tersebut fokus pada meningkatkan tekanan bagi negara-negara konsumen lainnya, seperti Cina dan Jepang, untuk mengesahkan legislasi serupa dan lebih jauh menekan pasar kayu ilegal. Di Eropa, EUTR merupakan komponen kritis dari suatu paket tindakan yang lebih luas yang bertujuan untuk meningkatkan tata kelola hutan. Beberapa langkah terpenting dalam hal ini adalah dikembangkannya perjanjian-perjanjian bilateral antara UE dengan banyak negara penghasil kayu terbesar di wilayah tropis.

Perjanjian-perjanjian ini, yang dikenal sebagai Voluntary Partnership Agreements (VPA) / Perjanjian Kemitraan Sukarela, memiliki berbagai dampak positif. Perjanjian-perjanjian tersebut mendorong pengembangan sistem-sistem verifikasi legalitas yang akan menutup akses seluruh pasar – termasuk pasar domestik – terhadap kayu ilegal. Yang terpenting, perjanjian-perjanjian tersebut menjangkau akar permasalahan penebangan liar dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, reformasi tata kelola yang bisa memiliki dampak positif jauh melampaui hutan. Tanpa EUTR yang ditegakkan dengan tepat, terdapat jauh lebih sedikit insentif bagi beberapa negara untuk mengimplementasikan perjanjian-perjanjian ini.

Atas alasan inilah, kesuksesan maupun kegagalan dari peraturan-peraturan ini memiliki implikasi yang lebih luas dari segi perjuangan untuk mengatasi penebangan liar dan peningkatan perlindungan atas hak-hak masyarakat yang bergantung pada hutan secara global. Penjelasan lebih terperinci mengenai peraturan-peraturan tersebut dan bagaimana peraturan tersebut bisa dimanfaatkan untuk mengatasi penebangan liar dengan memanfaatkan informasi yang disediakan oleh masyarakat sipil bisa dilihat dibawah ini.

US Lacey Act

Pada tahun 2008, AS menjadi negara pertama di dunia yang melarang impor kayu yang bersumber dari praktik ilegal dari negara lain. Negara tersebut melakukan hal ini melalui amandemen terhadap legislasi yang sudah ada sebelumnya (Lacey Act tahun 1900) yang sebelumnya hanya diterapkan terhadap hewan dan produk-produk hewani. Berdasarkan amandemen tersebut, impor, ekspor, mengangkut, menjual, menerima atau memperoleh tumbuhan apapun yang bersumber dari praktik ilegal merupakan tindak kejahatan. Meskipun peraturan ini diterapkan secara umum terhadap semua jenis tanaman dan yang dihasilkan secara domestik maupun asing, tujuan dan dampak amandemen tersebut adalah untuk melarang impor dan penjualan kayu ilegal dari luar negeri.

Lacey Act mendefinisikan kayu yang bersumber dari praktik ilegal sebagai kayu yang dipanen, diangkut atau dijual dengan melanggar hukum asing yang melindungi atau mengatur tentang pemanenan kayu, tanpa disertai pembayaran pajak negara yang relevan, atau bertentangan dengan langkah-langkah pengendalian ekspor terkait kayu. Potensi hukuman dibawah Lacey Act berkisar antara denda hingga penjara, tergantung dari tingkat pelanggaran dan sejauh apa perusahaan yang melanggar mengetahui (atau seharusnya mengetahui) tentang tindakan pelanggaran hukum tersebut. Produk-produk kayu yang diimpor dengan melanggar Undang-undang tersebut bisa disita seberapapun tingkat pelanggaran yang dilakukan atau pengetahuan yang dimiliki.

Suatu ketentuan tambahan penting yang merupakan bagian dari amandemen Lacey Act tahun 2008 adalah deklarasi impor. Diterapkan secara bertahap, peraturan tersebut sekarang mewajibkan semua perusahaan yang mengimpor produk-produk kayu keras[4] untuk mengumpulkan deklarasi formal (Deklarasi Produk Kayu / Plant Product Declaration) yang menyatakan spesies dan negara dimana kayu tersebut dipanen. Pengiriman yang sampai tanpa deklarasi yang akurat bisa disita, dan perusahaan-perusahaan yang diketahui sengaja memberikan informasi palsu dalam suatu deklarasi bisa diadili dan didenda.

Mulai bulan April 2016, ada beberapa kasus impor kayu ilegal besar yang diadili berdasarkan amandemen Lacey Act. Yang pertama melibatkan gitar Gibson, dan terkait dengan impor kayu eboni yang berasal dari Madagaskar. Meskipun sumber kayu yang ilegal merupakan faktor yang berkaitan dengan hal ini, kasus tersebut juga melibatkan berbagai tuduhan ekspor ilegal dari negara pihak ketiga (India) dan pemalsuan deklarasi impor ke dalam wilayah AS. Kasus yang kedua melibatkan suatu konsinyasi kayu gelondongan dari Peru yang tiba pada tahun 2009 dan disita berdasarkan ketentuan deklarasi dalam Lacey Act, dengan dasar kesengajaan dalam kesalahan penyebutan klasifikasi kayu tersebut sebagai produk kayu jadi. Terdapat juga bukti dimana eksportir tidak memiliki bukti resmi legalitas kayu tersebut.

Kasus yang paling terkini melibatkan bahan lantai yang diproduksi di Cina dari kayu yang dipotong di Timur Jauh Rusia dan Myanmar. Pada bulan Oktober 2015, perusahaan yang terlibat tersebut (ritel bahan lantai kayu AS, Lumber Liquidators) mengaku bersalah atas penyelundupan kayu ilegal ke wilayah AS, dan diwajibkan untuk membayar denda sejumlah lebih dari AS$ 10 juta dan beberapa hukuman lainnya. Perusahaan tersebut mengaku bersalah atas lima pelanggaran terpisah, empat diantaranya melibatkan pernyataan palsu mengenai negara dimana kayu tersebut dipanen dan jenis spesies kayu sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Produk Tanaman. [5]

Kasus kayu gelondongan dari Peru dibongkar berdasarkan informasi rahasia yang diberikan oleh seorang pedagang. Kasus Gibson dan Lumber Liquidator dipicu oleh informasi yang dikumpulkan oleh LSM.

EUTR

Pada tahun 2010, Uni Eropa mengikuti langkah-langkah AS dengan mengesahkan legislasi kriminalisasi impor kayu yang bersumber dari tindakan yang melanggar hukum di negara asalnya. Legislasi tersebut, yang dikenal sebagai European Union Timber Regulation (EUTR) / Peraturan Kayu Uni Eropa, efektif berlaku pada bulan Maret 2014. Meskipun diberlakukan atas alasan yang sama, EUTR berbeda dengan Lacey Act dalam beberapa hal penting.

  • Penerapan terhadap rantai pasok: EUTR hanya diterapkan terhadap perusahaan-perusahaan yang memanen atau mengimpor (“memasarkan”) kayu yang berasal dari sumber ilegal, dan tidak diterapkan terhadap perusahan-perusahaan lainnya di sepanjang rantai pasok.
  • Cakupan Produk: EUTR hanya berlaku bagi produk-produk kayu yang berada di dalam daftar khusus. Ada beberapa pengecualian penting yang meliputi arang, instrumen musik, bingkai gambar, buku cetak dan beberapa jenis kayu perabot.
  • Uji Tuntas (due diligence): Selain menerapkan kriminalisasi terhadap impor kayu yang bersumber dari praktik pelanggaran hukum (‘larangan’), EUTR juga menerapkan suatu persyaratan hukum bagi para importir untuk melakukan ‘uji tuntas’ ketika membeli kayu. Kegagalan dalam melakukan uji tuntas juga merupakan pelanggaran hukum.
  • Organisasi pemantau: Untuk membantu implementasi ketentuan uji tuntas, EUTR juga menyertakan beberapa peraturan terkait pengakuan resmi (dan pemeriksaan terhadap) ‘Lembaga Pemantau’ pihak ketiga yang bisa disewa oleh perusahaan untuk membantu mereka melakukan uji tuntas.

Perbedaan terbesarnya kemungkinan terdapat pada ketentuan uji tuntas. Hal ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan secara resmi diminta untuk mengikuti prosedur-prosedur tertentu untuk meminimalisir resiko dimana kayu yang mereka impor bersumber dari tindakan yang melanggar hukum. Kegagalan untuk melakukan hal ini merupakan pelanggaran hukum dengan sendirinya – pejabat resmi tidak perlu membuktikan bahwa kayu tersebut bersumber dari tindakan yang melanggar hukum. Ambang batas bukti yang diperlukan untuk mengajukan kasus dibawah EUTR karenanya jauh lebih rendah dibandingkan Lacey Act. Hal ini berarti bahwa serangkaian bukti yang lebih luas bisa digunakan untuk membantu implementasi dan penegakan.

Sama halnya dengan Lacey Act, EUTR hanya diterapkan bagi beberapa jenis pelanggaran hukum tertentu di negara asal pasokan. Dalam hal ini, pelanggaran hukum  yang tercakup termasuk kayu yang melanggar legislasi yang mengatur mengenai hak-hak untuk memanen, proses-proses pemanenan (seperti kontrol lingkungan), pajak-pajak terkait pemanenan kayu, dan kontrol perdagangan dan bea cukai terkait sektor kehutanan. Berbeda dengan Lacey, EUTR juga secara spesifik mencakup pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum yang mengatur mengenai pemanfaatan dan hak-hak tenurial masyarakat lokal yang terdampak oleh penebangan.

Meskipun EUTR diterapkan bagi semua Negara Anggota Uni Eropa, merupakan tanggung-jawab setiap negara anggota untuk menerbitkan hukum nasional yang mendefinisikan hukumannya, mendirikan otoritas yang ditugaskan untuk mengimplementasikan hukum tersebut, dan menegakkannya dalam cakupan batas wilayah teritori masing-masing. Pada bulan Maret 2016, semua Negara Anggota terkecuali Hungaria sudah mengambil beberapa langkah dasar pada hukum dan peraturan masing-masing. Hal ini bukan berarti bahwa negara-negara lainnya sudah mengimplementasikan hukum tersebut secara efektif atau bahwa penalti yang diterapkan sudah berhasil menciptakan pelarangan, sebagaimana diatur dalam EUTR.

Meskipun hukuman maksimal yang bisa diterapkan berdasarkan EUTR merupakan hal yang sangat penting di banyak Negara Anggota, hingga saat ini belum pernah dilakukan penuntutan berdasarkan elemen larangan, dan tidak ada hukuman-hukuman signifikan yang dikenakan terhadap pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan uji tuntas. Beberapa kasus menarik yang sedang berjalan berdasarkan elemen uji tuntas EUTR termasuk suatu kasus yang melibatkan perusahaan Belanda terkait impor kayu tropis gelondongan dari Kamerun, dan suatu perusahaan Swedia atas impor kayu jati yang berasal dari Myanmar dan diperdagangkan lewat Thailand. Kasus yang pertama berasal dari bukti yang diberikan oleh sebuah LSM.

[1] Lawson, S. & MacFaul, L.., 2010. Illegal Logging and Related Trade: Indicators of the Global Response, Chatham House, shorturl.at/ijvZ8

[2] Lawson, S. 2014. Consumer Goods and Deforestation: An Analysis of the Extent and Nature of Illegality in Forest Conversion for Agriculture and Timber Plantations, Forest Trends, http://www.forest-trends.org/documents/files/doc_4718.pdf

[3] ibid.

[4] Beberapa kategori produk-produk kayu yang dikenai ketentuan Deklarasi berdasarkan Lacey sudah diperluas secara bertahap antara tahun 2008 hingga 2015. Pada saat penulisan, kategori-kategori produk utama yang dikecualikan adalah produk-produk yang terbuat dari serat kayu, serbuk atau serpih, termasuk bubur, kertas, papan serat dan papan partikel. Daftar lengkap produk-produk yang harus dideklarasikan tersedia di

https://www.aphis.usda.gov/aphis/ourfocus/planthealth/import-information/SA_Lacey_Act

[5] USA v Lumber Liquidators Inc, Plea Agreement, 7th Oct 2015 – https://www.sec.gov/Archives/edgar/data/1396033/000114420415058462/v421764_ex10-1.htm

3. Bagaimana masyarakat sipil bisa membantu membasmi kayu ilegal

Bukti-bukti yang disajikan oleh LSM merupakan faktor penting yang meyakinkan para pembuat peraturan untuk mengamandemen Lacey Act dan mengesahkan EUTR. Bukti-bukti tersebut juga penting untuk memastikan kesuksesan legislasi-legislasi tersebut. Informasi yang disediakan oleh pihak ketiga merupakan hal yang penting untuk membantu penegakan; semua kasus yang paling signifikan yang diupayakan hingga saat ini berdasarkan Lacey dan EUTR berakar dari informasi yang disediakan oleh LSM. Informasi tersebut juga penting untuk meningkatkan implementasi dan kepatuhan terhadap peraturan tersebut dalam berbagai cara lain, memastikan bahwa hukum tersebut terus berlaku dan diperbaiki secara bertahap.

EUTR secara resmi mengenali pentingnya informasi yang disediakan oleh para anggota masyarakat. Suatu pasal dalam undang-undang tersebut secara khusus menyatakan bahwa pihak-pihak berwenang bisa melakukan pemeriksaan terhadap para pemanen domestik, importir kayu atau lembaga-lembaga pemantau dengan dasar “kekhawatiran berdasarkan bukti” yang disediakan oleh pihak ketiga terkait kepatuhan. Pembukaan peraturan ini menyatakan bahwa mereka harus “berupaya keras” untuk melaksanakan pemeriksaan dalam situasi yang sedemikian.

Otoritas EUTR di sebagian besar negara UE menyatakan bahwa mereka menggunakan informasi yang disediakan oleh pihak-pihak ketiga untuk membantu menentukan pemeriksaan apa saja yang akan dilakukan. Suatu kajian resmi EUTR pada bulan Februari 2016 menemukan kekhawatiran yang disertai bukti secara luas dipergunakan selama dua tahun awal penerapan EUTR dan terbukti merupakan “alat yang efisien untuk mengidentifikasi produk-produk atau operator-operator yang akan diprioritaskan dalam melaksanakan pemeriksaan yang berdasarkan resiko”. [1]

Informasi yang diberikan oleh masyarakat sipil bisa memiliki dampak yang luas terhadap perilaku industri, bahkan ketika informasi tersebut belum mencukupi untuk diadakannya suatu persidangan. Jika organisasi dan individual bisa mendemonstrasikan adanya resiko pelanggaran hukum yang cukup besar  pada rantai pasok manapun, hal ini bisa menimbulkan ’efek segan’ pada pasar. Hal ini bisa mendorong para pembeli untuk tidak mengambil resiko untuk melanggar hukum dan bisa menginformasikan uji tuntas mereka. Meskipun Lacey Act tidak menerapkan sangsi hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang gagal melakukan uji tuntas, sebagaimana yang dilakukan EUTR, perusahaan-perusahaan bisa dikenai hukuman yang lebih berat jika mereka sudah mengetahui bahwa suatu sumber kayu adalah ilegal. Para investigator masyarakat sipil bisa memastikan bahwa mereka mengetahui hal ini.

Dengan cara ini, mengalirkan serangkaian bukti kuat yang konsisten ke domain publik terkait penebangan liar dan perdagangan yang terkait dengannya akan meningkatkan kemungkinan tertangkapnya para pelanggar hukum atas pembelian kayu ilegal dan hukumannya akan bertambah jika mereka tertangkap.

Jenis-jenis informasi yang bermanfaat

Spektrum pembuktian yang luas bisa bermanfaat dalam membantu mengimplementasikan dan menegakkan EUTR dan Lacey Act. Idealnya, bukti yang diberikan kepada petugas penegak hukum dengan sendirinya sudah cukup untuk menjamin bahwa akan ada langkah yang diambil. Keseluruhan rantai pasok akan terdokumentasikan dengan baik, dan bukti-bukti pelanggaran hukum yang tidak terelakkan yang jelas-jelas akan berada dibawah cakupan EUTR atau Lacey bisa diperoleh. Pada kenyataannya, hal ini jarang dilakukan. Di sebagian besar kasus, bukti yang dikumpulkan oleh pihak-pihak ketiga secara independen biasanya kurang lengkap; beberapa bukti bahkan mungkin berkaitan dengan produk-produk atau area-area hukum negara produsen yang berada di luar cakupan EUTR atau Lacey. Namun hal ini bukan berarti bahwa informasi tersebut tidak bisa dimanfaatkan untuk menimbulkan dampak.

Otoritas penegak hukum bisa bekerja berdasarkan bukti yang masih sebagian atau belum lengkap, dengan menggunakan otoritas mereka untuk melakukan pemeriksaan dan mengakses informasi pemerintah. Misalnya, bukti kuat mengenai tindakan pelanggaran hukum terkait kayu dari suatu pemasok tertentu dari luar negeri bisa mendorong para petugas untuk memeriksa database bea cukai untuk mencari tahu apakah perusahaan-perusahaan tertentu mengimpor dari pemasok tersebut.

Bahkan ketika hanya bisa ditunjukkan bahwa suatu produk kemungkinan namun belum pasti memiliki asal yang ilegal, hal ini mungkin sudah cukup untuk mengubah perilaku perusahaan, atau mendemonstrasikan kegagalan untuk berhati-hati jika nantinya ada bukti tambahan yang muncul. Bukti yang terkait dengan produk-produk atau area-area hukum negara asal yang tidak tercakup dalam legislasi yang sekarang bisa menjadi tambahan informasi bagi amandemen-amandemen terhadap legislasi tersebut di masa yang akan datang. Komisi Eropa (European Commission ), misalnya, sudah mempertimbangkan kemungkinan perluasan kategori-kategori produk yang tercakup dalam EUTR.

Dibahwa merangkum berbagai macam cara dimana informasi bisa mendukung implementasi hukum, memperluas hukum, dan mempengaruhi perilaku dan kebijakan. Berbagai kemungkinan penerapan yang tersedia bagi berbagai organisasi atau individu akan sangat bergantung pada bentuk informasi yang berhasil mereka kumpulkan. Misalnya, mereka mungkin bisa mengumpulkan intelijen terperinci mengenai suatu perusahaan, yang bisa memicu langkah penegakan. Sebagai alternatif, mereka mungkin tidak memiliki informasi terperinci mengenai satu perusahaan, namun memiliki bukti-bukti yang jauh lebih luas mengenai laju tindakan pelanggaran hukum secara keseluruhan dari suatu negara. Hal ini kemungkinan tidak akan memicu penegakan hukum terhadap suatu perusahaan tertentu, namun bisa digunakan untuk menghalangi perusahaan-perusahaan lain agar tidak mengambil sumber dari negara tersebut. Mereka bisa mengembangkan suatu bukti yang kokoh mengenai pelanggaran hukum yang terdapat dalam suatu produk tertentu yang pada saat ini berada di luar cakupan EUTR, sehingga bisa mendukung upaya-upaya perluasan EUTR agar mencakup hal tersebut.

Bab yang setelah ini menjelaskan secara terperinci berbagai cara dimana informasi yang relevan dan bukti bisa dikumpulkan oleh orang-orang di berbagai belahan dunia. Bab terakhir akan menjelaskan cara-cara terbaik untuk mengemas informasi ini, untuk memaksimalkan dampaknya.

Cara-cara dimana bukti dari pihak-pihak ketiga bisa membantu mengimplementasikan Lacey dan EUTR

Mengarahkan secara langsung terhadap langkah penegakan. Idealnya, bukti yang disediakan bagi para petugas penegakan hukum sudah memadai dengan sendirinya untuk menjamin bahwa akan ada langkah yang diambil, meskipun hal ini jarang.

Memberikan langkah awal. Meskipun kurang lengkap, suatu bukti yang sudah terdokumentasikan dengan baik yang diberikan oleh LSM kepada otoritas penegakan hukum sudah bisa memberikan poin awal permulaan dimana mereka bisa mulai membangun suatu kasus.

Mempengaruhi prioritas penegakan. Selain mendorong suatu langkah awal yang mendasari langkah-langkah pengembangan, bukti yang bagus namun kurang lengkap yang disediakan oleh LSM bisa membantu mempengaruhi berbagai keputusan yang dibuat oleh para petugas penegak hukum mengenai bagaimana memfokuskan sumber daya, termasuk memilih pengiriman, perusahaan atau rantai pasok produk mana saja yang perlu diperiksa.

Mendemonstrasikan pengetahuan awal. Dibawah EUTR maupun Lacey, apakah suatu kasus akan ditindaklanjuti oleh pihak otoritas (dan tingkat hukuman yang diterapkan) sebagian tergantung pada seberapa banyak yang diketahui oleh suatu perusahaan, atau yang seharusnya telah diketahui, bahwa kayu tersebut ilegal atau memiliki resiko pelanggaran hukum yang tinggi. LSM bisa membantu mendorong dilakukannya persidangan nantinya, dan menambah tingkat hukuman yang relevan, dengan menghubungi perusahaan-perusahaan yang diketemukan mengimpor atau menangani produk-produk yang berisiko tinggi dan memperingatkan mereka akan resiko yang terkandung.

Mempengaruhi perilaku sektor swasta. Bahkan ketika bukti yang didapatkan oleh LSM belum menghasilkan langkah penegakan, hal ini tetap bisa menghasilkan perubahan-perubahan secara sukarela pada praktek-praktek pembelian oleh perusahaan-perusahaan. LSM bisa mengirimkan informasi secara langsung kepada para pembeli yang teridentifikasi, dan jika perlu juga memberikan tekanan dengan mempublikasikan temuan-temuan mereka.

Mempengaruhi kebijakan pemerintah. Ketika bukti yang didapatkan oleh LSM belum digunakan dalam langkah penegakan karena bukti tersebut berkaitan dengan produk-produk yang tidak berada di dalam cakupan atau merupakan tindak pidana asal, atau karena pemerintah atau otoritas terkait telah gagal dalam melaksanakan tugasnya untuk melakukan implementasi dan penegakan layak, maka pengeksposan terhadap kasus tersebut bisa membantu mendorong implementasi yang lebih baik atau bahkan membantu mendorong berbagai amandemen legislasi sehingga cakupannya bisa diperluas.

[1] European Commission, EUTR Evaluation, February 2016, http://ec.europa.eu/environment/forests/eutr_report.htm

4. Memahami rantai pasokan

Mengidentifikasi dan melacak kayu ilegal hingga ke pasar membutuhkan pemeriksaan terhadap serangkaian dataset dan sumber informasi yang berbeda-beda di beberapa titik yang berbeda di sepanjang rantai pasok. Tidak ada satu pendekatan khusus yang bisa digunakan di semua kasus dalam investigasi perdagangan kayu, namun cenderung berupa rangkaian beberapa pedoman dan pendekatan yang berbeda-beda yang bisa diterapkan, dengan berbagai tingkat efektivitas yang berlainan pada kasus-kasus yang berbeda-beda.

Untuk memahami kedua jenis tindakan pelanggaran hukum dan sarana yang digunakan untuk mengidentifikasinya, rantai pasok bisa dibagi menjadi tiga tahapan umum:

Tahap 1: Pemanenan kayu

Tahap 2: Pengangkutan, pemrosesan dan perdagangan kayu, yang mencakup perdagangan sejak saat pemanenan hingga diekspor.

Tahap 3: Konsumen (pasar) akhir.

Investigasi bisa mulai dilakukan pada tahap manapun di sepanjang rantai pasok. Titik awal investigasi yang dipilih tergantung pada perpaduan dari kapasitas lembaga yang melaksanakan investigasi tersebut, lokasinya dan bukti awal yang tersedia. Misalnya, LSM yang berbasis di Inggris bisa melakukan penelusuran mundur pada suatu rantai pasok dari suatu produk yang berisiko tinggi yang dijual di dalam wilayah Inggris. Suatu LSM yang berbasis di kota-pelabuhan di Indonesia bisa berusaha untuk melakukan penelusuran suatu rantai pasok baik dengan cara mundur ke poin awal atau maju ke arah pasar. Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 1, suatu investigasi sudah bermanfaat meskipun belum mencakup keseluruhan rantai pasok. Bahkan, ia tidak perlu mengidentifikasi dimana kayu tersebut dipanen atau menunjukkan bahwa kayu tersebut dipanen secara ilegal, jika ia bisa menunjukkan bahwa kayu tersebut diproses atau diperdagangkan dengan melanggar hukum.

Bab yang berikutnya akan memberikan suatu gambaran umum mengenai jenis-jenis tindakan yang melanggar hukum yang dapat terjadi di berbagai titik yang berbeda dalam rantai pasok, metode-metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasinya, dan cara-cara untuk menelusuri dari panen sampai ke pasar.

5. Panen ilegal

Jenis-jenis pemanenan yang melanggar hukum

Kayu dapat dipanen menggunakan beberapa cara yang berbeda, dari tebang pilih di hutan-hutan yang dikelola oleh masyarakat, misalnya, sampai dengan pembukaan wilayah yang luas untuk dikembangkan menjadi lahan perkebunan. Cara apapun yang digunakan, legalitas panen bisa disederhanakan menjadi dua pertanyaan:

  1. Apakah ada hak yang mutlak dan cukup memadai untuk mengambil kayu dari wilayah tersebut?
  2. Apakah kayu tersebut ditebang sesuai dengan ketentuan hukum yang melekat pada hak tersebut?

Dalam bab ini, kedua hal tersebut diatas masing-masing akan disebut sebagai “hak untuk memanen” dan “pelanggaran operasional”.

Berdasarkan prinsip-prinsip yang disebutkan di atas, ada berbagai jenis tipologi tindakan pelanggaran terhadap hukum, yang menggambarkan luasnya cakupan syaratan-syarat yang melandasi hak-hak pemanenan. Di hampir setiap negara, proses-proses perizinan yang cukup rumit sudah berevolusi untuk menata berbagai aspek pemanenan. Proses-proses yang dimaksud sudah melampaui pertanyaan sederhana terkait hak untuk menebang pohon. Ada beberapa peraturan yang bertujuan untuk memastikan bahwa negara tidak mengalami kerugian, mengurangi ancaman lingkungan, masyarakat memperoleh beberapa manfaat, dan spesies yang terlindungi tidak dipanen. Pelanggaran terhadap aspek pada rezim tersebut bisa menyebabkan produk yang dihasilkan menjadi tidak sah atau ilegal.

Meskipun hutan-hutan yang memasok perdagangan global kayu tersebar di seluruh dunia, proses-proses perizinan dan cara-cara pelanggarannya menunjukkan lebih banyak kesamaan dibandingkan perbedaan. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), misalnya, merupakan syarat wajib yang pada umumnya digunakan untuk melakukan tebang pilih dan konsesi pembukaan lahan. Konsesi kayu yang mempraktikkan ‘pengelolaan hutan yang berkelanjutan’ biasanya mewajibkan adanya rencana penebangan tahunan, yang menentukan wilayah-wilayah yang boleh dipanen dalam waktu setahun dan seberapa banyak yang boleh dipanen. Perusahaan-perusahaan yang memanen kayu biasanya dikenai pajak.

Bab ini tidak akan memberikan katalog seluruh ketentuan hukum, namun akan fokus menjelaskan tindakan pelanggaran hukum yang sering teridentifikasi dan cara-cara mendeteksi dan mendokumentasikannya. Tipologi ini belum mencakup semua jenis pelanggaran hukum terkait penebangan, namun sudah memberikan suatu gambaran luas mengenai praktik-praktik pelanggaran hukum yang diidentifikasi oleh masyarakat sipil di seluruh Asia, Afrika, Amerika Latin dan Timur Jauh Rusia.

Pelanggaran-pelanggaran Hukum terkait Hak untuk Memanen

Penebangan di wilayah-wilayah yang tidak memiliki izin

Suatu bentuk penebangan liar yang paling banyak dilakukan adalah yang bertempat di wilayah-wilayah yang tidak memiliki hak baik pada lahan ataupun kayu. Hal ini bisa meliputi taman nasional, wilayah lindung, atau yang dilakukan oleh orang luar di wilayah yang dicadangkan bagi masyarakat adat. Penebangan juga bisa dilakukan setelah perizinan sudah kadaluwarsa, atau sebelum perizinan tersebut diperoleh. Pada suatu praktik yang didokumentasikan di Laos, Republik Demokratik Kongo, Peru, Brazil dan Timur Jauh Rusia, penebangan dilakukan dengan cara memperoleh hak untuk memanen di satu wilayah dan menggunakan izin tersebut sebagai kedok untuk melakukan penebangan di tempat lain yang tidak dikenai hak.

Melakukan penebangan di wilayah-wilayah tanpa memiliki perizinan yang diperlukan

Sebagaimana dijelaskan di atas, proses untuk memperoleh hak hukum atas suatu wilayah hutan untuk melakukan tebang pilih atau konversi menjadi pemanfaatan lain membutuhkan serangkaian proses hukum dan administrasi, dan berbagai perizinan. Jika proses-proses tersebut dipercepat atau diabaikan, dan akibatnya izin tidak diperoleh, produk dari konsesi-konsesi tersebut bisa menjadi ilegal.

AMDAL dan rencana penebangan tahunan merupakan contoh-contoh perizinan yang penting namun sering kali tidak dimiliki. Di Brazil, kayu sudah diproduksi secara ilegal dari pembukaan wilayah untuk perkebunan swasta tanpa adanya ‘otorisasi deforestasi’. Di Republik Demokratik Kongo, kontrak-kontrak konsesi penebangan perlu mencakup kesepakatan sosial dengan masyarakat setempat, yang sering kali tidak ada. Di Indonesia, sering kali perizinan untuk memanen dan menjual tegakan kayu komersil belum diperoleh. Pada masing-masing contoh yang disebutkan sebagian hak atau izin mungkin sudah dimiliki, namun belum seluruhnya sebagaimana diperlukan.

Alokasi izin ilegal

Pada beberapa kasus dimana semua perizinan telah diperoleh, masih ada kemungkinan untuk mengidentifikasi tindakan pelanggaran hukum pada cara-cara dimana perizinan tersebut diterbitkan. Hal ini bisa terjadi karena kelalaian pada lembaga-lembaga pemerintah, atau korupsi. Praktik ini sering terjadi di Indonesia, terutama melalui perolehan izin yang mensyaratkan AMDAL sebelum proses kajian selesai dilakukan. Di Republik Kongo, para pemantau independen pernah mendokumentasikan konsesi yang diterbitkan tanpa proses tender sebagaimana diwajibkan berdasarkan hukum, dan izin penebangan yang diterbitkan bagi konsesi-konsesi kelapa sawit sebelum AMDAL selesai dilakukan. Beberapa perizinan kemungkinan diperoleh dari orang-orang yang memiliki koneksi dengan politisi, atau bahkan oleh perusahaan-perusahaan yang secara langsung dimiliki oleh politisi. Di beberapa negara, hal ini merupakan tindakan yang melanggar hukum. Dalam kasus manapun, baik legal maupun tidak, eksploitasi yang sedemikian oleh politisi penting untuk didokumentasikan dan dibeberkan.

Penebangan terhadap spesies yang dilindungi

Banyak spesies kayu dengan nilai jual tertinggi yang merupakan target para pedagang Eropa dan Amerika yang sudah semakin langka, terancam dan dilindungi oleh berbagai hukum domestik dan internasional. Spesies seperti Ramin di Indonesia, Wenge dan Afrormosia di Cekungan Kongo, dan Mahoni Daun Lebar di Amazon sudah masuk ke dalam daftar Lampiran Konvensi mengenai Perdagangan Internasional Spesies Terancam (Convention on the International Trade in Endangered Species (CITES)), yang menerapkan peraturan tambahan mengenai pengendalian perdagangan internasional.

Spesies-spesies tersebut terutama rentan terhadap penebangan liar karena nilainya. Pemanenan ilegal bisa terjadi baik di luar maupun di dalam wilayah konsesi. Di Republik Demokratik Kongo, misalnya, Wenge telah dipanen tanpa izin sebagaimana diwajibkan berdasarkan hukum. Di Peru, penebangan Mahoni dilakukan secara ilegal dan dicuci melalui konsesi penebangan yang seakan-akan legal dengan menggunakan suatu jaringan dokumen palsu [lihat Studi Kasus 6].

Pelanggaran Operasional

Pelanggaran terhadap ketentuan rencana pemotongan

Kegiatan operasional baik tebang pilih maupun konsesi pembukaan lahan biasanya diatur dalam rencana pengelolaan hutan. Rencana tersebut menjelaskan wilayah-wilayah dimana pemanenan bisa dilakukan selama suatu periode. Rencana tersebut juga mengatur tentang batas hukum penting lainnya yang didesain untuk mencapai keberlanjutan jangka panjang, seperti kuantitas maksimal dan diameter minimum pohon-pohon dari berbagai spesies yang berbeda yang boleh dipanen. Ketentuan-ketentuan tersebut bisa dilanggar dalam beberapa cara. Misalnya, dengan terlalu banyak memanen, menebang pohon-pohon yang masih terlalu kecil, atau melakukan penebangan di wilayah-wilayah di luar ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam rencana tersebut. Praktik pelanggaran hukum lainnya yang sering dilakukan adalah memanen kayu di wilayah lereng yang curam atau bersebelahan dengan sungai,  yang seringkali dilarang untuk mengurangi erosi tanah atau polusi air.

Melanggar ketentuan perizinan lainnya

Hak untuk memanen biasanya didasari oleh berbagai proses atau izin tambahan, yang diwajibkan oleh hukum, yang ditujukan untuk mengurangi dampak penebangan terhadap lingkungan dan masyarakat lokal. Seringkali, ketentuan-ketentuan tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa warga masyarakat memperoleh sedikit manfaat dari perusahaan-perusahaan yang melakukan penebangan, atau agar hak mereka (meskipun seringkali belum sepenuhnya diakui menurut hukum) tidak dilanggar. Salah satu contoh perizinan atau proses yang dimaksud adalah AMDAL, yang mewajibkan perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengurangi dampak dari kegiatan-kegiatan mereka. Proses AMDAL bukan merupakan kegiatan sekali jalan, namun lebih seperti proses berulang yang dilakukan secara terus-menerus selama perusahaan tersebut masih beroperasi. Karena proses ini mahal, dan bisa membatasi kemampuan suatu perusahaan untuk mengeksploitasi berbagai sumber daya, AMDAL seringkali dipalsukan atau dilanggar. Di beberapa negara, sebagaimana di Indonesia, pelanggaran hukum AMDAL merupakan suatu tindak kriminal yang bisa membuat pelaku dipenjara. Karenanya, suatu proses AMDAL yang kurang layak, secara mendasar mengurangi legalitas hak untuk memanen.

Kesepakatan sosial antara perusahaan dan masyarakat, yang diwajibkan menurut hukum, merupakan bentuk lain hak atau proses yang melandasi hak untuk memanen. Hal ini diwajibkan di Republik Demokratik Kongo, misalnya, dimana perusahaan-perusahaan secara rutin ditemukan melanggar ketentuan-ketentuan kesepakatan sosial yang telah dibangun dalam kontrak. Untuk meningkatkan pendapatan di negara asal, kontrak-kontrak penebangan sering kali memuat kewajiban bagi perusahaan untuk membangun pabrik kayu atau memproses suatu persentase minimum kayu yang mereka panen. Kewajiban tersebut juga sering diabaikan.

Menebang di luar batas wilayah

Pembukaan atau pemanenan di luar batas wilayah konsesi merupakan praktik yang umum dilakukan. Di bayak wilayah hutan terpencil, batas wilayah tidak ditandai secara jelas, dan kepatuhan terhadap batas-batas yang diatur dalam berbagai peraturan jarang diperiksa dengan cermat oleh otoritas.

Penghindaran pajak

Perusahaan-perusahaan penebangan biasanya diwajibkan untuk membayar pajak khusus kehutanan. Hal ini biasanya berbentuk pajak berdasarkan area yang disewakan atau dikelola oleh perusahaan, dan pajak berdasarkan volume masing-masing spesies yang dipanen. Seringkali proses penentuan kewajiban pajak bergantung pada inventori hutan, yang sering kali bergantung pada pelaporan pribadi atau petugas hutan yang terbatas. Hal ini menciptakan banyak celah dan kelemahan dalam pengawasan sehingga memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk mengecilkan kewajiban mereka atau menghindari membayar pajak secara keseluruhan, sehingga kayu yang dipanen menjadi ilegal.

Pelaporan volume dibawah jumlah yang sesungguhnya merupakan permasalahan yang merajalela di Amerika Latin, Afrika dan Asia. Praktik umum lainnya adalah pelaporan palsu dalam hal spesies, dengan mengganti spesies bernilai tinggi dan langka menjadi spesies dengan nilai yang lebih rendah. Ketika perusahaan membuka lahan tanpa izin khusus yang mengijinkan penjualan kayu komersil, sebagaimana sering dilakukan di Indonesia, produk tersebut secara efektif “tidak masuk buku” dan karenanya terhindar dari semua jenis pajak ketika dipanen. Praktik ini juga bisa menjadi lebih rumit; di RDK para pemantau independen telah menduga bahwa perusahaan-perusahaan penebangan menegosiasikan kesepakatan yang melanggar hukum dengan pemerintah sehingga mereka bisa mengelak dari pembayaran pajak.

6. Melakukan investigasi terhadap pemanenan: Kajian dokumen

Prinsip melakukan investigasi legalitas pada saat pemanenan cukup sederhana. Hal ini dilakukan dengan membandingkan antara data referensi resmi yang menjelaskan pemanenan sebagaimana yang diizinkan dan persyaratannya, dengan apa yang sebenarnya terjadi di hutan.

Tantangan terbesarnya adalah mengakses informasi yang dibutuhkan. Data referensi resmi yang menentukan apa saja yang diperbolehkan biasanya dipegang oleh pemerintah, yang seringkali enggan untuk membuka data tersebut. Menentukan apa yang sesungguhnya terjadi, sebaliknya memiliki tantangan-tantangan teknis, logistik dan keamanan. Bab ini menjelaskan dimana data-data tersebut bisa diketemukan, dan bagaimana data tersebut bisa dibandingkan satu sama lain di setiap tahap investigasi untuk mengidentifikasi legalitas.

Menentukan suatu sasaran

Investigasi diawali dengan bukti indikasi, atau suatu hipotesa. Bukti indikasi ini bisa berupa kesaksian dari suatu komunitas bahwa penebangan liar sedang terjadi di wilayah teritori mereka. Atau bisa juga berupa artikel berita yang menyebutkan bahwa pejabat resmi pemerintah, menyatakan bahwa sebagian besar perusahaan perkebunan di suatu wilayah kabupaten/kota tertentu sedang membuka hutan tanpa memiliki izin pemanenan kayu sebagaimana diwajibkan. Bukti ini memberikan suatu atau beberapa sasaran: baik nama suatu perusahaan, sekelompok perusahaan, atau suatu jenis perusahaan. Ketika belum ada informasi yang jelas mengenai pelaku, kemungkinan sasaran bisa berupa suatu wilayah geografis, atau bahkan spesies tertentu yang mengalami eksploitasi yang terlalu berlebihan.

Suatu sasaran bisa diketemukan dengan cara penelusuran pasar. Data perdagangan kemungkinan mengidentifikasi suatu perusahaan tertentu, yang terlibat dalam pemanenan, diantara para eksportir terkemuka yang mengakses pasar yang sensitif. Dalam situasi yang sedemikian, bukti awal dimana perusahaan tersebut terlibat dalam tindakan pelanggaran hukum kemungkinan belum terlalu kuat, namun signifikansinya dalam sektor atau rantai pasok bisa membuahkan investigasi. Hal ini terutama bisa terjadi ketika tingkat pelanggaran hukum diketahui tinggi dalam suatu negara pemasok. Ketika investigasi mulai dilakukan dengan mengidentifikasi para pedagang ritel atau importir produk-produk berisiko tinggi, target tersebut bisa diidentifikasi dengan penelusuran balik secara sistematis melalui rantai pasok mereka. Pada kasus-kasus yang sedemikian, mungkin sudah selayaknya untuk mengawali investigasi dengan beberapa proses sebagaimana dibahas dalam Bab 10.

Memperoleh data perizinan

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, data resmi kemungkinan sulit untuk diperoleh. Untuk mendapatkannya, penting untuk ‘melempar jaring selebar mungkin’, baik dalam hal data yang dicari, maupun tempat dimana data tersebut dicari. Selain perizinan terkait perusahaan atau wilayah tertentu, penting juga untuk mengumpulkan sebanyak mungkin data kontekstual karena perbandingan antara berbagai dataset yang berbeda bisa memberikan jawaban-jawaban penting. Contoh utama terkait hal ini misalnya pembandingan antara data agregat pemanenan kayu dalam suatu wilayah tertentu, dengan rencana tata ruang atau zonasi hutan di wilayah yang ditunjuk untuk penebangan atau konversi menjadi lahan pertanian. Penting juga untuk mengingat bahwa informasi mengenai perizinan suatu wilayah tertentu seringkali disertakan dalam dokumen-dokumen yang berkaitan dengan wilayah-wilayah yang bersebelahan.

Internet merupakan sumber informasi perizinan yang relevan yang paling mudah diakses. Data kemungkinan diterbitkan oleh lembaga-lembaga pemerintah itu sendiri di website mereka. Data tersebut juga kemungkinan sudah pernah diperoleh dan diterbitkan oleh pihak-pihak ketiga sebelumnya, seperti surat kabar atau LSM. Misalnya, informasi mengenai perizinan (termasuk batas-batas dan nama izin) sekarang sudah tersedia bagi banyak negara melalui website Global Forest Watch dari World Resources Institute. Berbagai laporan dari lembaga-lembaga konservasi, mengenai wilayah-wilayah yang dilindungi maupun rencana umum pemanfaatan lahan, juga sering memuat peta terperinci mengenai perusahaan-perusahaan penebangan, pertambangan dan perkebunan yang lokasinya bersebelahan. Beberapa perusahaan kemungkinan juga menerbitkan informasi mengenai perizinan yang telah mereka peroleh, termasuk dalam laporan-laporan tahunan dan berbagai pengumuman resmi.

Salah satu sumber informasi yang sangat kaya adalah prospektus yang diterbitkan oleh berbagai perusahaan dalam daftar bursa saham. Ketika perusahaan-perusahaan tersebut menjadi anggota suatu skema sertifikasi, seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil atau Forest Stewardship Council, website milik skema atau masing-masing lembaga sertifikat sering kali memuat informasi yang bermanfaat. Memanfaatkan pencarian istilah dengan cerdas dan menyadari keterbatasan mesin pencarian (search engine) adalah hal-hal penting ketika melakukan pencarian online [Lihat Pustaka: Sumber informasi online].

Beberapa informasi kemungkinan berada di domain publik, namun tidak ada di internet. NGO, terutama LSM lokal yang menangani area yang diminati, seringkali memegang data-data yang belum dipublikasikan yang mereka peroleh dari pemerintah selama mereka bekerja. Komunitas masyarakat bisa menyediakan sumber data perizinan yang sangat kaya, yang kemungkinan diberikan kepada mereka selama proses-proses konsultasi, oleh pemerintah atau perusahaan. Bahkan di wilayah-wilayah dimana hak-hak komunitas tergolong lemah, terkadang ada suatu tanggung-jawab untuk menyediakan informasi bagi mereka. Di berbagai peristiwa, anggota masyarakat akan dipekerjakan oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di dalam atau sekitar wilayah mereka, sehingga bisa menyediakan akses informasi lebih jauh. Pemerintah dari beberapa negara mempublikasikan informasi relevan hanya dalam bentuk cetak, baik dalam bentuk pengumuman di surat kabar atau dalam jurnal resmi.

Ketika informasi tidak tersedia di domain publik, informasi tersebut harus langsung dicari dari lembaga-lembaga pemerintah yang relevan. Namun, di sebagian besar wilayah, kurangnya transparansi dan kolusi antara pemerintah dan perusahaan menghadirkan banyak tantangan. Di banyak negara, manajemen data juga kurang memadai, dan berbagai catatan kemungkinan bahkan tidak lengkap, meskipun bisa diakses. Data kemungkinan sengaja dibuat kacau dan bahkan dipalsukan untuk menghindari pemeriksaan. Meskipun demikian, memperoleh data melalui jalur-jalur resmi bisa mendukung suatu dasar bukti yang kuat. Penting untuk mengetahui bahwa karena perusahaan-perusahaan dikenakan serangkaian peraturan yang berbeda, perizinan juga selalu datang dari serangkaian sumber, dari berbagai departemen pemerintah dan di berbagai tingkatan pemerintah, dari daerah hingga pusat. Ketika beberapa sumber kemungkinan enggan merilis informasi, sumber lain mungkin lebih siap. Beberapa negara, seperti Peru dan Indonesia, telah mengenalkan undang-undang mengenai Keterbukaan Informasi, yang memberikan hak bagi warga negara untuk mengakses beberapa jenis informasi. [Lihat Pustaka: Keterbukaan Informasi].

Menganalisa dokumen-dokumen referensi: Apa yang perizinan tersebut beritahukan kepada anda?

Langkah berikutnya adalah membandingkan perizinan dengan (a) peraturan-peraturan yang mengaturnya, dan (b) satu sama lain. Langkah ini akan mengidentifikasi jika ada pelanggaran hukum dalam proses perizinan itu sendiri, dan apabila ada izin-izin yang hilang, tidak lengkap, atau diterbitkan pada saat yang tidak sesuai dengan gilirannya.

Penelitian yang dilakukan oleh LSM, pemerintah dan institut penelitian di hampir setiap negara berhutan menyediakan rangkuman-rangkuman mengenai bagaimana proses perizinan harus berfungsi pada praktiknya. Data perizinan yang telah diperoleh harus diminta dan diperiksa ulang dengan cara membandingkan dengan informasi tersebut, dengan menyoroti pelanggaran-pelanggaran apapun dari proses di atas kertas. Meskipun kemungkinan sering ada izin yang hilang, temuan-temuan yang sedemikian hendaknya diperlakukan dengan berhati-hati, karena izin mungkin saja sudah ada namun belum diperoleh. Signifikansi temuan bervariasi tergantung dari tingkat pentingnya perizinan. Misalnya, AMDAL atau rencana pengelolaan hutan yang hilang merupakan temuan penting; ketentuan-ketentuan birokratis lainnya mungkin lebih tidak signifikan.

Setelah melakukan pembandingan struktural ini, konten dari izin-izin tersebut harus diperiksa. Dokumen-dokumen yang merupakan bagian dari hak untuk memanen – AMDAL, rencana-rencana manajemen hutan, kontrak dan yang lainnya – akan memuat data naratif yang bisa diperbandingkan dengan kerangka regulasi. Proses ini akan memerlukan pemahaman yang lebih terperinci mengenai isi peraturan dan kerangka regulasi, yang bisa jadi kompleks. Referensi analisa hukum dan, jika mungkin, konsultasi hukum dari tenaga ahli pada tahap ini bisa bermanfaat dalam menentukan beberapa bentuk tindakan pelanggaran hukum yang tidak kentara, namun serius. Dalam hal analisa izin struktural, temuan-temuan yang penting kemungkinan bukan dalam apa yang sudah disertakan, namun dalam apa yang belum disertakan. Misalnya, ketika kewajiban-kewajiban terhadap masyarakat yang diharuskan menurut hukum belum disertakan dalam kontrak, atau ketika ada bukti dimana masyarakat tidak diajak berkonsultasi selama proses AMDAL.

Dalam beberapa kasus, data perizinan kemungkinan memberikan bukti konkrit bahwa beberapa perusahaan telah melanggar hukum dengan mengawali kegiatan operasional sebelum izin-izin tersebut diperoleh. Hal ini terutama terjadi dalam hal AMDAL yang, jika dilakukan dengan benar, seharusnya memberikan beberapa analisa mengenai kondisi terkini di wilayah konsesi atau sasaran. Di Indonesia, analisa tutupan lahan dalam dokumen-dokumen kajian telah menunjukkan bahwa deforestasi untuk pengembangan perkebunan diawali sebelum proses kajian dilakukan. Di Sarawak, hasil kajian  dampak lingkungan telah menunjukkan bahwa beberapa perusahaan penebangan sudah mulai masuk kembali ke hutan untuk melakukan penebangan sebelum mereka diperbolehkan secara hukum untuk melakukannya [lihat Studi Kasus 2].

Pada tahap ini proses penelitian harus berupaya untuk mengidentifikasi data yang kemungkinan tidak bermanfaat dalam waktu dekat, namun akan bermanfaat seiring berlangsungnya investigasi tersebut. Dataset yang sangat penting yang bisa ditemukan pada data perizinan meliputi:

  • Proyeksi volume kayu yang akan dipanen dalam suatu wilayah tertentu. Hal ini nantinya bisa diperbandingkan dengan estimasi volume yang dipanen berdasarkan kunjungan lapangan, atau volume yang diekspor. Hal ini signifikan dalam mengidentifikasi volume yang dideklarasikan lebih rendah untuk menghindari pajak, atau volume yang dideklarasikan lebih besar untuk memfasilitasi pencucian kayu ke dalam konsesi.
  • Batas-batas wilayah konsesi. Informasi ini nantinya bisa diperbandingkan dengan perubahan tutupan lahan dengan menggunakan data satelit, dan data GPS dari kunjungan lapangan. Ketika ditemukan keterangan mengenai batas-batas wilayah dalam perizinan, informasi tersebut biasanya membutuhkan proses digitalisasi sebelum analisa perbandingan yang disebutkan di atas bisa dilakukan. Patut diperhatikan bahwa perizinan yang berbeda-beda mungkin memiliki batas-batas yang berlainan untuk wilayah konsesi yang sama, sehingga hal ini perlu ditangani dengan hati-hati.
  • Rencana penebangan yang mendefinisikan blok mana yang bisa ditebang, dan kapan. Hal ini juga bisa diperbandingkan dengan kenyataan di lapangan dengan menggunakan analisa satelit dan kunjungan lapangan.
  • Wilayah-wilayah yang sudah melebihi batas penebangan, baik dalam hal rencana penebangan, rencana pengelolaan hutan, AMDAL atau dokumen-dokumen lain. Lagi-lagi, informasi ini bisa dibandingkan dengan citra satelit dan bukti dari kunjungan lapangan.

Metode-metode yang digunakan oleh Greenpeace untuk mengidentifikasi penebangan liar di hutan Amazon Brazil merupakan suatu contoh yang bagus mengenai bagaimana pengumpulan data dan analisa perizinan yang melelahkan bisa menghasilkan petunjuk yang kuat dan mengarahkan investigasi lapangan menuju konsesi-konsesi dengan probabilitas yang tinggi terkait pelanggaran hukum [lihat Studi Kasus 1].

Pada tahap ini, kemungkinan sudah jelas bahwa tidak ada izin yang diterbitkan di wilayah yang diselidiki. Jika ini yang terjadi, beralih ke tahap pemetaan dan kunjungan lapangan bisa memberikan jawaban lebih lanjut. Namun, penelitian juga harus diperluas untuk memetakan perusahaan-perusahaan lain dan kegiatan mereka, baik pemegang konsesi maupun pabrik pemotongan kayu (sawmill). Memeriksa rute keluar dari wilayah tersebut –biasanya rute jalan meskipun sering juga sungai – bisa mengarah ke para operator berlisensi di sekitar wilayah tersebut, yang kemungkinan mencuci kayu dari wilayah-wilayah yang tidak memiliki otorisasi.

Sering kali di tempat yang tidak memiliki hak untuk memanen, gambaran di tempat pemanenan terlihat rumit dan suram. Proses pemanenan itu sendiri sering kali tampak sporadis dan tidak teratur. Namun di banyak contoh, kayu yang sudah dipanen akan disatukan di pabrik penggergajian atau fasilitas hilir yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi secara lebih terorganisir. Operasi yang sedemikian sudah teridentifikasi di Peru [lihat Studi Kasus 6] dan Brazil [lihat Studi Kasus 8]. Karenanya, memeriksa kegiatan penebangan dan pemrosesan yang terlihat resmi dan melakukan penelusuran mundur bisa memberikan lebih banyak jawaban daripada hanya melihat lokasi pemanenan.

Pengindraan Jauh: Membandingkan perizinan dengan data dari satelit

Langkah berikutnya dalam investigasi adalah membandingkan data yang ditemukan dalam perizinan dengan data lainnya, data non-perizinan. Kegiatan ini bisa mengidentifikasi apakah ketentuan-ketentuan yang telah diidentifikasi melalui analisa perizinan telah dipatuhi. Peta batas, rencana pemotongan, dan wilayah-wilayah yang terlarang yang diketemukan selama proses tersebut merupakan informasi yang sangat penting dalam kegiatan ini. Data tersebut bisa dilapisi dengan data spasial dan citra satelit dan dimanfaatkan untuk secara langsung mendeteksi beberapa jenis penebangan liar atau membantu mengarahkan kunjungan lapangan yang dibutuhkan untuk mendokumentasikan beberapa jenis pelanggaran yang lainnya. Di Sarawak, misalnya, peta yang disertakan dalam kajian dampak lingkungan telah diperbandingkan dengan citra satelit untuk mendemonstrasikan area penebangan diluar batas-batas konsesi dan pelanggaran-pelanggaran lainnya [lihat Studi Kasus 2].

Hingga saat ini, melakukan analisa terhadap perubahan tutupan lahan untuk mendeteksi penebangan atau konversi hutan membutuhkan pemilikan dan pengetahuan software Sistem Informasi Geografis (SIG) serta membeli dan memproses citra satelit yang mahal. Namun, perkembangan pesat dalam pemrosesan citra satelit dan pengembangan platform SIG online, telah membuat teknologi tersebut menjadi lebih mudah diakses dan lebih mudah digunakan. Teknologi-teknologi tersebut semakin banyak menyediakan citra satelit dengan resolusi tinggi secara gratis dalam format yang ramah pengguna.

Google Earth, yang bisa diunduh secara gratis, memiliki citra satelit dalam berbagai resolusi. Sebagian besar wilayah sudah tercakup dalam resolusi sekitar 15 meter per pixel (dari satelit Landsat), yang sudah cukup memadai untuk menentukan pembukaan dan penyebaran jalan logging yang terkait dengan tebang pilih ke dalam hutan-hutan perawan. Namun, beberapa wilayah menunjukkan citra pada resolusi 60cm, yang memungkinkan identifikasi wilayah pembukaan yang sangat kecil dan bisa dimanfaatkan untuk mendokumentasikan pembukaan di wilayah penahan sungai atau pembukaan hutan di sepanjang jalan penebangan yang melebihi batas legal. Google Earth juga memiliki citra historis yang memungkinkan pengidentifikasian perubahan tutupan seiring waktu. Citra satelit ini diambil secara periodik oleh Google dari pihak-pihak ketiga. Sekarang ini cenderung mudah bagi LSM untuk mencari, mengidentifikasi dan memperoleh citra tambahan dengan resolusi tinggi dari penyedia yang sama secara langsung [lihat Pustaka: Citra Beresolusi Tinggi].

Para pengguna bisa menggunggah batas-batas konsesi dan data spasial kontekstual lainnya ke Google Earth. Hal ini memungkinkan analisa perubahan tutupan hutan dalam batas-batas wilayah konsesi, selain juga bisa menunjukkan apakah konsesi-konsesi tersebut berada di dalam wilayah lindung, lahan teritori komunitas, atau zona-zona lainnya yang tidak boleh dipanen.

Pada tahun 2013, World Resources Institute meluncurkan kembali Global Forest Watch (GFW), suatu sistem online interaktif pemantauan dan peringatan hutan. GFW memiliki serangkaian data geografis yang bisa dimanfaatkan untuk menganalisa dan mengidentifikasi penebangan liar, termasuk data perubahan hutan, tutupan hutan dan pemanfaatan hutan. Data pemanfaatan hutan sudah meliputi peta-peta konsesi (termasuk nama pemegang izin) untuk konsesi kayu dan perkebunan di banyak negara berhutan, meskipun data tersebut diketahui masih belum lengkap. Data tersebut harus diperlakukan dengan hati-hati, karena beberapa batas wilayah belum dibuat dengan tepat dan beberapa informasi diketahui sudah tidak berlaku lagi.

Sama seperti Google Earth, GFW mengizinkan para pengguna untuk mengunggah data spasial mereka sendiri dan melakukan analisa. Namun, tidak seperti Google Earth, kebanyakan analisa di GFW bersifat otomatis. GFW memungkinkan para pengguna untuk melihat dan menghitung hilangnya tutupan pohon (yang diidentifikasi secara otomatis dari citra Landsat) di dalam suatu wilayah yang ditentukan oleh pengguna dari waktu-ke-waktu dan membuat peringatan jika ada tutupan yang hilang di kemudian hari. Pada tahun 2016, GFW menyediakan dataset yang baru yang juga menyediakan citra satelit mentah. Citra ini lebih maju dan lebih sering diperbarui daripada citra yang tersedia di Google Earth, dan beberapa citra juga memiliki resolusi yang lebih tinggi. Membandingkan perubahan lahan pada citra satelit dari waktu-ke-waktu dengan tanggal-tanggal perizinan bisa memberikan suatu bukti kuat bahwa penebangan terjadi sebelum perizinan yang sesungguhnya diperoleh.

Di banyak kejadian, peta-peta konsesi tidak tersedia selama investigasi dilakukan. Dalam situasi seperti ini, Google Earth dan GFW menjadi sama pentingnya untuk menunjukkan lokasi dimana penebangan liar terjadi, dan menghitung luasnya. Meskipun Google Earth dan GFW belum bisa digunakan untuk mengidentifikasi para pelaku secara lebih dekat, sarana tersebut bisa memberikan beberapa petunjuk, terkait apakah kegiatan penebangan dilakukan pada skala industri atau kecil, dan mengidentifikasi apakah penebangan tersebut terjadi di wilayah-wilayah dimana izin konsesi secara hukum tidak boleh diterbitkan. Google Earth dan GFW juga dapat membantu dalam memandu langkah-langkah berikutnya, terutama lokasi-lokasi untuk melakukan kunjungan lapangan.

Citra satelit, dan terutama peta-peta wilayah ‘hutan yang hilang’ yang dihasilkan secara otomatis (sebagaimana yang bisa dilakukan dengan menggunakan GFW), harus diperlakukan dengan hati-hati. Pada resolusi yang lebih rendah, tidak mungkin menentukan apakah terjadi pembukaan di hutan, atau vegetasi lainnya seperti lahan pertanian, semak belukar atau bahkan perkebunan. Analisa otomatis tidak selalu bisa menunjukkan pembukaan lahan, dan tebang pilih kemungkinan tidak bisa terlihat dalam citra beresolusi rendah, terutama jika intensitasnya rendah atau di hutan yang sudah terganggu sebelumnya. Tidak mungkin menentukan apakah kayu komersil diproduksi atau tidak berdasarkan kerusakan yang terlihat, dan meskipun ada kemungkinan tidak mungkin pula menentukan seberapa besar volumenya, belum lagi menentukan siapa yang melakukan penebangan tersebut. Analisa pemetaan dan citra satelit bermanfaat untuk membangun data, mengisi beberapa bagian dari gambaran yang utuh, dan terutama, membimbing investigasi lapangan dimana pertanyaan-pertanyaan yang muncul bisa dijawab melalui kegiatan tersebut.

Jenis-jenis penebangan liar yang berpotensi terdeteksi dengan menggunakan citra satelit

  • Penebangan yang tidak memiliki izin atau dilakukan sebelum semua perizinan yang diwajibkan diperoleh
  • Penebangan diluar batas-batas wilayah yang diberi izin
  • Penebangan di beberapa bagian wilayah konsesi yang belum secara resmi ‘dibuka’ untuk penebangan
  • Penebangan di wilayah-wilayah yang dilarang dalam area konsesi (seperti penyangga sungai atau lereng curam)
  • Membuka hutan melebihi batas-batas yang semestinya di sepanjang jalan logging

7. Investigasi terhadap pemanenan: Investigasi Lapangan

Investigasi lapangan memberikan peluang lebih jauh untuk membandingkan apa yang secara hukum diperbolehkan – berdasarkan izin dan peraturan – dengan apa yang sesungguhnya terjadi, dan siapa yang melakukannya. Meskipun kegiatan ini merupakan proses yang sangat berharga, sebagaimana akan dijelaskan, investigasi lapangan memiliki resiko-resiko keamanan yang signifikan yang tidak ada di tahap-tahap penelitian yang sebelumnya.

Merupakan hal yang sangat penting untuk mengumpulkan dan menganalisa sebanyak mungkin informasi perizinan sebelum lanjut ke tahap investigasi lapangan, untuk menyediakan baseline terhadap mana informasi lapangan bisa diukur. Langkah-langkah sistematis yang telah dilakukan sebelum memulai investigasi lapangan – membandingkan antara perizinan dan peraturan, melakukan interogasi terhadap konten perizinan, dan analisa satelit – bisa memastikan bahwa investigasi lapangan dilakukan berdasarkan informasi yang memadai dan bisa direncanakan dengan efektif. Misalnya, jika analisa perizinan menunjukkan bahwa ada kewajiban sosial yang telah dilanggar, prioritas selama investigasi lapangan menjadi mengumpulkan data dan kesaksian berupa narasi dari komunitas yang terkena dampak. Jika analisa satelit menunjukkan pembukaan di luar batas-batas wilayah konsesi, yang menjadi prioritas adalah melakukan kunjungan terhadap wilayah-wilayah yang teridentifikasi untuk mengumpulkan gambar-gambar pemanenan yang dilengkapi referensi geografis. Di sebagian besar kasus, sebagaimana disebutkan dalam kedua contoh ini, analisa awal akan membantu mengarahkan investigasi lapangan dan membantu investigator lapangan memahami dan menginterpretasikan bukti yang mereka temukan.

Investigasi lapangan juga bisa memberikan suatu peluang untuk mengisi celah signifikan pada data dimana upaya-upaya untuk memperoleh surat izin atau melakukan analisa citra satelit telah terbukti kurang sukses. Meskipun hal ini bisa jadi sulit dilakukan atau bahkan merupakan hal yang tidak mungkin untuk memperoleh izin melalui jalur resmi, komunitas lokal di area penebangan seringkali memiliki dokumen tersebut, beserta beberapa dokumen lainnya.

Beberapa jenis tindakan ilegal tidak bisa diidentifikasi tanpa investigasi lapangan. Merupakan hal yang penting untuk menyediakan bukti pelanggaran operasional di konsesi tebang pilih, misalnya, seperti memanen pohon-pohon dibawah ukuran standar atau spesies yang dilindungi. Pada kasus-kasus lain, indikasi bukti kegiatan ilegal yang diketemukan selama beberapa tahap investagasi yang sebelumnya bisa diperkuat oleh bukti lapangan. Misalnya, jika analisa satelit menunjukkan pembukaan diluar hutan batas-batas wilayah konsesi, investigasi lapangan bisa membuktikan bahwa hal ini dilakukan oleh pemegang konsesi, dan bahwa kayu dari pembukaan hutan juga dicuci melalui pemanenan yang ‘taat hukum’.

Tahap investigasi lapangan kemungkinan merupakan titik pertama dimana muncul resiko yang signifikan berupa ‘kebanjiran informasi’. Ketika mengakses izin dan peraturan biasanya dipersulit dengan keterbatasan akses terhadap data yang relevan, investigasi lapangan bisa menghasilkan gambar, video, titik GPS, kesaksian, dokumen-dokumen lainnya dan observasi umum yang tumpah ruah. Karenanya, perencanaan, persiapan dan penentuan target yang tepat merupakan hal yang sangat penting bagi kunjungan tersebut, begitu pula dengan manajemen data selama dan setelahnya.

Perencanaan

Suatu perbedaan kunci antara investigasi lapangan dan tahap-tahap investigasi yang sebelumnya adalah ketika memperoleh perizinan atau menganalisa peta bisa dilakukan selama beberapa minggu atau berbulan-bulan, investigasi lapangan membutuhkan waktu yang sangat singkat, sering kali hanya dengan satu peluang. Hal ini sebagian disebabkan oleh logistik dan biaya mengunjungi daerah terpencil, dan sebagian dikarenakan oleh resiko-resiko yang terkandung. Menghabiskan waktu yang terlalu lama di sekitar wilayah penebangan menciptakan berbagai resiko tidak hanya bagi para investigator lapangan, namun juga komunitas yang kemungkinan menyediakan bukti bagi mereka atau menghadapi pertikaian yang berlarut-larut dengan perusahaan. Mengelola dan memanfaatkan para informan lokal adalah kuncinya.

Karenanya, pendekatan yang sistematis harus digunakan dalam merencanakan investigasi lapangan. Sebanyak mungkin keputusan – mengenai tujuan, rencana perjalanan, logistik dan keamanan – harus diambil sebelum perjalanan tersebut dilakukan. Tidak bisa dihindari bahwa beberapa keputusan akan harus dibuat ketika ada informasi baru yang muncul dan terkadang hal ini bisa memicu penyimpangan substansial terhadap rencana. Namun prosesnya tidak boleh menjadi tidak terkendali atau ad hoc. Beberapa langkah kunci adalah dengan:

  • Mengidentifikasi beberapa jenis tindakan ilegal yang membutuhkan penggalian lebih lanjut melalui investigasi lapangan berdasarkan beberapa tahap analisa yang dilakukan sebelumnya.
  • Menentukan bukti apa yang dibutuhkan untuk mendukung hipotesa dan bagaimana bukti tersebut bisa diperoleh.
  • Menentukan informasi lain apa yang bisa dicari, yang bisa memberikan petunjuk adanya kegiatan-kegiatan ilegal lainnya (yang belum terdentifikasi)
  • Membuat rancangan dokumen yang merangkum semua indikasi potensial yang bisa ditelusuri.
  • Membentuk suatu tim investigasi, idealnya terdiri atas orang-orang yang memiliki pengetahuan lokal dan orang-orang yang bisa berbicara bahasa lokal di wilayah yang diminati.
  • Menggunakan peta, citra satelit dan, jika mungkin, pengetahuan lokal untuk menentukan rencana perjalanan yang paling sesuai di wilayah yang diminati yang akan memanfaatkan seluruh petunjuk yang potensial.

Idealnya, kontak harus dilakukan dengan komunitas lokal atau kontak-kontak lainnya sebelum perjalanan tersebut dilakukan. Hal ini paling baik dilakukan melalui seorang joki yang berafiliasi lokal, yang juga bisa bertindak sebagai seorang perantara selama investigasi lapangan berlangsung. Jika sulit untuk mengidentifikasi joki yang memiliki kriteria tersebut, investigasi lapangan harus terus dilanjutkan menggunakan pendekatan bertahap, dengan cara berbicara dengan komunitas dan sumber-sumber informasi lainnya yang semakin mendekat ke wilayah yang ingin diperiksa, sehingga bisa membangun pengetahuan mengenai kondisi lokal di beberapa area dengan resiko yang lebih rendah.

Dalam skenario yang ideal, komunitas bisa diandalkan secara ekstensif untuk memberikan informasi dan memfasilitasi akses di seluruh wilayah tersebut. Mereka menyediakan sumber informasi yang tidak terbandingkan mengenai konteks lokal dan kegiatan operasional perusahaan, dan sangat terbiasa dengan resiko. Mereka sering kali memfasilitasi akses masuk ke wilayah konsesi atau bertindak sebagai pemandu di hutan. Namun, melibatkan komunitas dalam investigasi lapangan bisa dengan cara apapun membawa resiko-resiko yang cukup besar bagi mereka. Sementara para investigator lapangan akan meninggalkan wilayah yang diperiksa, masyarakat akan tinggal dan bisa menjadi sasaran tindakan balasan. Para aktivis adat sudah pernah dibunuh oleh orang-orang yang melindungi kepentingan-kepentingan logging, sehingga keseriusan resiko ini tidak boleh dipandang rendah. Pendekatan apapun yang dilakukan ke masyarakat harus mempertimbangkan hal ini.

Harus dipertimbangkan juga bahwa beberapa anggota masyarakat bisa jadi dipekerjakan oleh perusahaan-perusahaan kayu dan yang lainnya, dan mungkin memiliki afiliasi dekat dengan polisi atau pemerintah lokal.

Rencana perjalanan harus mengidentifikasi saat-saat dimana desa-desa bisa diakses, dan melalui rute apa. Titik masuk potensial ke dalam wilayah konsesi yang ingin diperiksa juga bisa diidentifikasi. Mengembangkan kepekaan akan seberapa lama investigasi lapangan akan berlangsung, dengan menyisakan ruang yang cukup untuk kontingensi, bisa membantu menciptakan rencana untuk mengurangi resiko.

Perusahaan-perusahaan kayu biasanya membangun dan efektif memiliki jalan-jalan logging. Mereka kemungkinan memiliki pos pemeriksaan dan bisa mengendalikan akses ke dan dari wilayah yang diinginkan. Meskipun demikian, mereka sering mengijinkan masyarakat lokal untuk menggunakan jalan dan melewati pos pemeriksaan, sehingga menekankan perlunya menggunakan joki lokal. Perusahaan-perusahaan juga memiliki koneksi dengan – dan bahkan mempraktikkan korupsi yang mengendalikan – polisi dan militer lokal. Di berbagai kasus, mereka telah menggunakan lembaga-lembaga negara yang secara de facto bertindak sebagai pasukan pengaman pribadi untuk mengintimidasi, menyerang dan menahan anggota masyarakat lokal dan orang lain yang melakukan investigasi atau protes terhadap kegiatan-kegiatan mereka. Faktor-faktor ini harus dipertimbangkan ketika membuat rencana investigasi, dan rencana untuk mengurangi resiko [lihat Resiko: Mengurangi berbagai resiko di lapangan].

Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan selama investigasi lapangan akan berada dalam satu dari tiga kategori:

  • Bukti tertulis
  • Bukti wawancara (kesaksian)
  • Bukti visual yang dilengkapi referensi geografis

Bukti tertulis:

Beberapa dokumen kemungkinan bisa tersedia dari komunitas setempat. Sebagaimana telah dijelaskan diatas, mereka kemungkinan sudah memperoleh data perizinan dan yang lainnya dari perusahaan yang tidak dapat diperoleh para investigator dari sumber-sumber lainnya. Dokumen-dokumen tersebut kemungkinan mencakup AMDAL dan kontrak-kontrak yang mencakup beberapa bentuk kewajiban sosial. Investigator mungkin perlu mengambil foto dokumen-dokumen tersebut, karena masyarakat kemungkinan ingin menyimpannya. Tanda jalan yang didirikan oleh perusahaan juga bisa memberikan informasi yang bermanfaat.

Wawancara:

Melakukan wawancara semi-formal dan non-formal dengan masyarakat bisa memberikan informasi yang kaya. Informasi itu sendiri bisa dijadikan bukti kegiatan ilegal dan tentu bisa memandu investigasi lapangan ke tahap yang lebih jauh. Wawancara-wawancara ini terutama bisa membantu memancing kepekaan pemahaman terkait beberapa pelanggaran hukum yang lebih rumit. Misalnya, pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat untuk dikonsultasikan selama proses AMDAL, atau kegagalan perusahaan untuk mentaati kewajiban hukum yang mereka janjikan ke masyarakat.

Kebutuhan untuk fokus terhadap jenis-jenis tindakan ilegal ini harus diperjelas sebelum melakukan investigasi lapangan, dan wawancara sebaiknya dipandu oleh pemahaman yang jelas mengenai bagaimana kesaksian tersebut akan mendukung bukti indikasi. Di beberapa kasus, terutama ketika kesaksian merupakan hal yang kritis untuk membuktikan suatu kasus, diharapkan untuk memfilmkan atau membuat rekaman suara dari wawancara tersebut. Baik dilakukan atau tidak, perjanjian yang jelas harus dibuat antara para investigator dan anggota masyarakat tertentu terkait cara-cara dimana wawancara tersebut bisa dimanfaatkan. Di banyak kasus, hal ini akan membawa resiko yang signifikan jika bukti dari masyarakat, yang bisa dikaitkan dengan mereka, dipublikasikan. Rekaman suara harus diperiksa di lapangan untuk memastikan bahwa kesaksian tersebut bisa terdengar dengan jelas.

Bahkan jika tidak ada bukti yang jelas terkait kegiatan ilegal dalam kesaksian tersebut, ia bisa memberikan suatu pandangan menarik mengenai dampak-dampak merugikan kegiatan penebangan hutan terhadap masyarakat, yang bisa dimanfaatkan dalam  pengaduan yang tidak memiliki komponen hukum.

Para pekerja perusahaan merupakan sumber lain informasi naratif. Mereka tentunya harus didekati dengan hati-hati. Meskipun demikian, di beberapa kasus, selama melakukan pekerjaan lapangan, para investigator bisa terlibat dalam percakapan yang tidak terlalu berisiko dengan para pekerja. Mereka bisa memberikan banyak informasi mengenai kegiatan perusahaan dalam suatu wilayah pemanenan, dan tujuan pemanenan kayu [lihat Studi Kasus 2]. Jika hal ini terjadi, kemungkinan perlu merekam kesaksian secara tersembunyi (lihat Pustaka: Merekam bukti secara tersembunyi).

Bukti visual dengan referensi geografis:

Komponen penting dalam investigasi lapangan adalah kemampuan untuk menunjukkan dengan tepat apa yang terjadi dimana. Pertanyaan ‘apa yang terjadi’ dijawab menggunakan bukti foto dan video. Pertanyaan ‘dimana’ dijawab oleh peralatan Global Positioning System (GPS). Peralatan GPS berfungsi dengan menunjukkan dengan tepat lokasi alat tersebut, dengan menggunakan sinyal dari tiga atau lebih satelit. Peralatan tersebut menunjukkan lokasi dalam bentuk keterangan bujur dan lintang, dan tingkat akurasi. Tingkat akurasi bergantung pada beberapa faktor, namun alat tersebut rata-rata memiliki akurasi dibawah 15m.

Peralatan GPS mudah dimanfaatkan dengan sedikit pelatihan, dan jika dikombinasikan dengan kamera bisa memberikan bukti yang tidak tersanggahkan mengenai apa yang sedang terjadi pada lokasi yang sangat spesifik [lihat Pustaka: GPS, fotografi dan perangkat Open Data]. Kunci pengumpulan data yang baik adalah memastikan mengambil gambar-gambar dengan dilengkapi GPS yang bisa terlihat pada gambar tersebut. Jika tidak, data tersebut akan terpisah dan bisa disanggah. Beberapa kamera sekarang sudah dipasangi GPS, dan beberapa ponsel juga sudah mengkombinasikan keduanya dalam satu alat. Proses menggabungkan gambar dan lokasi merupakan hal kunci untuk menunjukkan pelanggaran operasional, seperti penebangan diluar batas wilayah konsesi, pemanenan spesies lindung, atau penebangan di wilayah yang salah. Hal ini sudah sering digunakan dengan dampak yang bisa ditunjukkan di Kamerun, yang berujung pada dipersidangkannya suatu kasus hukum dibawah Peraturan Kayu UE di Belanda [Lihat Studi kasus 4].

Selama investigasi lapangan, para investigator harus memastikan untuk mengambil berbagai foto yang menggambarkan baik pelanggaran yang bisa dipastikan, maupun potensi pelanggaran, beserta informasi lain yang mungkin bisa bermanfaat, seperti papan petunjuk jalan yang mengidentifikasi perusahaan atau sub-kontraktor. Selain GPS, merupakan hal yang juga bermanfaat untuk menyertakan kendaraan, orang dan objek lain dalam gambar tersebut untuk menunjukkan ukuran, seperti misalnya dalam foto tanah longsor di samping jalan, atau batang kayu yang berukuran dibawah diameter minimum.

Para investigator harus mengingat bahwa penggunaan kamera gambar dan video bisa menarik perhatian ekstra dan karenanya merupakan resiko [lihat Resiko: Mengurangi berbagai resiko dalam investigasi lapangan].

Langkah-langkah selanjutnya

Kayu diangkut dari tempat penebangan dengan menggunakan truk, dan biasanya disatukan di titik pengumpulan kayu di dalam wilayah pemanenan sebelum pengangkutan selanjutnya. Dari sana, kayu kemungkinan dibawa melalui jalan darat langsung ke pabrik atau pelabuhan, meskipun lebih sering ditransportasikan ke sungai terdekat yang arusnya terarah dan selanjutnya ditransportasikan dengan mendorong kayu tersebut atau diapungkan ke sungai dalam bentuk rakit. Di beberapa wilayah, kayu-kayu disatukan di ujung rel dan diangkut dengan menggunakan kereta. Meskipun terkadang bisa mengikuti truk untuk mengetahui arah tujuannya, biasanya metode-metode lain juga harus digunakan untuk menghubungkan kayu-kayu dari tempat pemanenan sampai dengan tempat pemrosesan atau ekspor. Pelacak GPS, yang ditempelkan pada truk, tongkang atau kayu, pernah digunakan dengan efektif untuk melacak kayu jauh ke rantai suplai dari titik pemanenan [lihat Studi Kasus 8]. Seringkali suatu keterhubungan juga bisa dibangun dengan mencari kayu-kayu yang memiliki penanda identitas yang relevan [lihat Pustaka: Penandaan kayu] di pabrik pemotongan terdekat, di hilir atau yang kemungkinan memanfaatkan kayu tersebut. Meskipun demikian, di berbagai kasus, pelacakan kayu harus dilakukan melalui jejak dokumen [lihat Bagian 9]

Pasca Investigasi Lapangan

Dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu yang biasanya dihadapi para investigator di lapangan, dan volume informasi yang bisa tersedia, manajemen data yang baik merupakan hal penting. Ketika kembali dari perjalanan lapangan, seorang investigator biasanya akan memiliki ratusan gambar, lusinan poin GPS yang tercatat dalam alat GPS, berlembar-lembar catatan, dan kemungkinan rekaman audiovisual wawancara dengan masyarakat. Membangun suatu sistem untuk mengelola data ini ketika sedang di lapangan, dan memprosesnya dengan cepat setelahnya, merupakan hal yang penting untuk mengubah data mentah menjadi bukti. Proses ini sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Ketika suatu kasus penebangan liar sampai ke pengadilan, data yang disusun dan dikelola dengan buruk berpotensi ditolak.

Setelah bukti kunci (seperti citra-citra digital) dicatat, digandakan dan dicadangkan, analisa bisa mulai dilakukan. Setelah investigasi lapangan, data apapun yang memiliki referensi geografis bisa ditambahkan ke peta-peta yang ada untuk menyajikan suatu gambar yang lebih jelas terkait lokasi pemanenan. Disinilah Google Earth atau tenaga spesialis software SIG lebih bermanfaat daripada Global Forest Watch, dimana data GPS bisa diunduh dan diperbandingkan dengan data kontekstual, terutama peta-peta konsesi. Hal ini memungkinkan identifikasi pelanggaran operasional seperti penebangan diluar batas-batas wilayah. Ketika beberapa gambar bisa membuktikan hal ini, sebaiknya dilakukan referensi silang antara gambar tersebut dengan data GPS dan disimpan dalam suatu format yang memungkinkan bukti-bukti tersebut untuk bisa diakses dengan mudah.

Investigasi yang dilakukan oleh Greenpeace di Kamerun menunjukkan betapa efektif pelapisan peta secara sederhana sebagaimana yang mereka lakukan [lihat Studi Kasus 4]. Metode yang sama digunakan oleh Greenpeace dengan mengintegrasikan beberapa teknik yang lebih rumit dalam menindaklanjuti investigasinya terhadap penebangan liar di Para State, Brazil. Dalam hal ini, bukti didukung oleh pelacak GPS yang ditanam pada truk-truk kayu, suatu alat yang memberikan pemahaman yang belum pernah ada sebelumnya terkait pencucian spesies bernilai tinggi [lihat: Studi Kasus 8].

Menghubungkan Titik-Titik dan Langkah-Langkah Selanjutnya

Siklus pengumpulan data perizinan, menganalisa peta dan melakukan pekerjaan lapangan bisa dilakukan lebih dari sekali, dan kemungkinan perlu dilakukan untuk melengkapi suatu paket informasi yang mencapai ambang batas pembuktian. Ketika bukti kuat terkait tindakan pelanggaran hukum telah ditemukan, langkah selanjutnya adalah menentukan kemana kayu tersebut akan bergerak dari titik pemanenan. Dibeberapa kasus, bukti akan tetap tidak terlihat jelas, seberapa besarpun cakupan investigasi di titik pemanenan. Hal ini terutama akan terjadi ketika pelakunya adalah sejumlah besar orang-orang yang sepertinya tidak terorganisir, bertindak sendiri-sendiri, atau ketika kayu tersebut mengalami pencucian. Kemungkinan juga, kurangnya transparansi informasi membuat akses terhadap perizinan dan peta menjadi tertutup, atau ada berbagai resiko keamanan dan tantangan logistik yang menghalangi investigasi lapangan yang menyeluruh.

Dalam semua contoh situasi yang disebutkan di atas, bergerak turun ke hilir dan mengidentifikasi tujuan kayu – baik melalui observasi fisik maupun pelacakan, atau mengikuti jejak dokumen – akan menghadirkan peluang yang baru dan berbeda bagi investigasi perdagangan kayu ilegal. Kayu bisa dipanen secara legal namun kemudian menjadi ilegal, di hilir, dikarenakan oleh pelanggaran-pelanggaran pada peraturan-peraturan lain yang mengatur pengangkutannya, pemrosesan dan perdagangan.

8. Ilegal Transportasi, Pemrosesan dan Perdagangan

Jarak antara tempat pemanenan dan tempat ekspor bisa sederhana atau kompleks. Di beberapa negara, misalnya Laos, kayu dinaikkan ke truk yang dekat dengan poin pemanenan dan langsung diangkut ke penyeberangan di perbatasan. Di negara-negara lain, rantai pasok bisa melibatkan lebih banyak langkah, orang dan entitas. Di Indonesia, misalnya, kayu yang ditebang di Papua bisa dikenai beberapa proses dasar, diangkut dengan kapal ke pulau Jawa, dijual kepada penghasil perabot oleh makelar dan diekspor oleh agen.

Kegiatan investigasi pada tahap ini dalam rantai pasok menawarkan dua manfaat. Yang pertama, hal ini bisa mengidentifikasi pergerakan kayu dari sumber ilegal ke titik ekspor, yang bisa dilacak ke pasar-pasar yang sensitif. Yang kedua, kegiatan ini bisa mengidentifikasi tindakan ilegal yang tidak berkaitan dengan pemanenan. Pengangkutan, pemrosesan, perdagangan dan ekspor kayu dikenai serangkaian peraturan untuk memastikan bahwa produk-produk tersebut dikenai pajak yang semestinya dan mendukung manajemen kehutanan melalui mekanisme arus hilir. Pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan-peraturan ini sudah tercakup dalam definisi legalitas dalam EUTR dan Lacey Act. Bahkan, dakwaan yang sukses dibawah Lacey Act dilakukan berdasarkan tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan pada tahap ini dalam rantai pasok. Bahkan jika kayu tersebut dipanen secara legal, ia menjadi ilegal jika peraturan-peraturan di sepanjang rantai pasok dilanggar. 

Berbagai tindakan pelanggaran hukum pada saat pengangkutan, pemrosesan dan perdagangan

Pelanggaran-pelanggaran pada saat pengangkutan

Setelah kayu dipanen, di sebagian besar kasus, ada ketentuan hukum untuk menandai kayu-kayu tersebut, seringkali dengan menggunakan palu yang dirancang khusus (lihat Pustaka: Penandaan kayu). Penandaan kayu biasa dilakukan untuk memungkinkan, pada tataran tertentu, ketertelusuran kembali ke sumbernya di sepanjang rantai pasok. Beberapa rezim pemanenan mencakup pemeriksaan oleh pejabat pemerintah setelah pemanenan, yang menghasilkan dokumen-dokumen yang membuktikan legalitas hasil panen. Penandaan kayu juga memungkinkan pengecekan dengan mencocokkan dengan inventori hutan atau rencana pemotongan, untuk memastikan bahwa perusahaan-perusahaan tidak melakukan pemanenan yang melewati batas.

Fitur umum lainnya adalah penggunaan izin transportasi kayu, yang diterbitkan oleh otoritas, yang seharusnya mendampingi kayu dari titik pemanenan. Di Indonesia, misalnya, kayu dari hutan alam harus didampingi oleh sertifikat legalitas, yang dilampirkan pada daftar kayu. Dokumen yang semacam ini didesain untuk mencegah kayu ilegal untuk diangkut, selain juga memungkinkan para petugas untuk mencocokkan antara bahan mentah yang digunakan dalam pemrosesan dengan pemanenan tertentu yang sah. Dokumen-dokumen pengangkutan kayu dan penandaan yang resmi kemungkinan hanya disyaratkan untuk kayu, meskipun beberapa negara juga mensyaratkan hal ini bagi kayu sekunder yang sudah diproses seperti bubuk gergaji.

Penandaan kayu dan dokumen-dokumen transportasi seringkali berkaitan dengan tindakan pelanggaran hukum. Di banyak contoh, kayu-kayu tidak ditandai sama sekali. Di Kamerun, Greenpeace telah mendokumentasikan batang-batang kayu yang dipanen dengan melanggar hukum namun tetap ditandai [lihat Studi Kasus 4]. Di Indonesia, JPIK pernah mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang secara ilegal mengambil kayu dari hutan masyarakat dan mengangkutnya ke pabrik penggergajian tanpa dokumen-dokumen pengangkutan [lihat Studi Kasus 5].

Penggunaan dokumen-dokumen pengangkutan secara ilegal juga dilakukan untuk memfasilitasi pemanenan yang melewati batas atau pelanggaran-pelanggaran hukum lainnya. Di Peru, dokumen-dokumen pengangkutan sering digandakan dan dipalsukan, untuk memungkinkan pencucian kayu yang dipanen secara ilegal melalui konsesi yang memiliki hak ‘resmi’ untuk memanen [lihat Studi Kasus 6]. Di Republik Kongo pencucian difasilitasi dengan cara yang sama, melalui duplikasi jumlah kayu dan tunggul kayu. Di Kamerun, dokumen pengangkutan palsu yang terkait dengan hutan kemasyarakatan digunakan untuk mencuci kayu ilegal. Di beberapa negara, pelarangan diberlakukan terhadap pergerakan berbagai produk atau jenis produk dalam satu negara, seperti pelarangan pada pengangkutan kayu keluar dari provinsi tertentu.

Pelanggaran-pelanggaran pada pemrosesan

Fasilitas-fasilitas pemrosesan, termasuk pabrik penggergajian hulu dan pabrik-pabrik hilir, dikenai rezim peraturan yang berbeda dengan yang mengatur sumber kayu yang mereka gunakan. Pabrik-pabrik penggergajian seringkali membutuhkan perizinan yang valid dari otoritas kehutanan untuk beroperasi, dan kemungkinan dikenai audit secara berkala. Kayu yang telah dipanen atau diperdagangkan secara legal, bisa berkurang legalitasnya jika diproses di suatu fasilitas yang melanggar peraturan yang berlaku.

Pelanggaran-pelanggaran terhadap pelarangan ekspor

Dalam suatu upaya untuk menekan eksploitasi berlebih dan mendukung industri pemrosesan domestik, banyak negara telah menerapkan pelarangan atau pembatasan ekspor kayu-kayu gelondongan yang belum diproses dan dalam beberapa kasus termasuk juga kayu gergajian kasar. Beberapa, termasuk Brazil dan Indonesia, melarang keras ekspor kayu mentah. Di negara-negara lain, gambarannya lebih rumit, dalam berbagai cara yang memfasilitasi penghindaran terhadap pembatasan-pembatasan tersebut.

Di Laos, misalnya, ada pelarangan ekspor kayu, namun pemerintah memiliki hak untuk mengecualikan pengiriman tertentu. Pada kenyataannya, ekspor kayu merupakan hal yang normal, dengan adanya sedikit kejelasan di balik keputusan, atau dasar hukum terkait pengecualian tersebut. Peraturan-peraturan di Republik Kongo membatasi porsi panenan kayu gelondongan yang boleh diekspor oleh masing-masing perusahaan kayu sebagai kayu yang belum diproses, namun izin khusus bisa diperoleh untuk memperluas batasan ini. Pada praktiknya, porsi kayu yang diekspor secara rutin telah melewati batas-batas standar. Di beberapa negara, seperti Mozambik, pelarangan ekspor batang kayu dilarang untuk spesies tertentu (biasanya bernilai tinggi).

Perusahaan-perusahaan pada umumnya melanggar kontrol ekspor yang sedemikian, sering kali dengan berkolusi dengan petugas resmi. Kayu bisa diekspor di dalam kontainer kapal dan tidak dideklarasikan. Kayu-kayu bisa diseludupkan keluar dalam kapal-kapal kecil dan kemudian ditransfer ke kapal yang lebih besar di laut atau di negara-negara tetangga. Ketika tiba di negara-negara tujuan, kayu-kayu gelondongan yang ilegal bisa dengan berbohong dideklarasikan berasal dari tempat lain, dengan dilengkapi seluruh perangkat dokumen yang dipalsukan.

Penghindaran pajak

Beberapa praktik yang sama yang memungkinkan perusahaan untuk menutupi asal kayu yang ilegal bisa dilakukan untuk meminimalisir tanggung-jawab pajak. Pajak pemanenan bisa dihindari dengan cara mendeklarasikan total volume kayu yang diambil dibawah jumlah yang sebenarnya atau memalsukan jenis spesiesnya. Bea cukai dan tarif ekspor (baik secara umum maupun khusus kayu) bisa dihindari dengan cara-cara yang sama. Hanya dalam waktu satu bulan pada tahun 2012, misalnya, otoritas di Republik Kongo memperkirakan bahwa 12 perusahaan telah gagal dalam mendeklarasikan hampir 4.500m3 kayu, dengan nilai komersil mencapai 2,5 juta euro.[1] Yang lebih sering dilakukan, selain mendeklarasikan jumlah yang lebih kecil daripada sesungguhnya ketika mengekspor, dan yang lebih sulit untuk dideteksi, adalah mendeklarasikan harga yang dibayarkan dengan lebih rendah. Yang lebih sulit juga adalah kesalahan harga transfer, ketika harga yang sebenarnya dibebankan dan dibayarkan oleh perusahaan terkait lebih rendah daripada nilai yang sesungguhnya. Pada tahun 2008, misalnya, Greenpeace mempublikasikan dokumen-dokumen internal yang bocor dari perusahaan penebangan kayu multi-nasional yang berkantor di Swiss, yang mengindikasikan kesalahan sistematis pada pencantuman harga pada awal tahun 2000-an terkait dengan ekspor kayu dari Republik Demokratik Kongo ke Republik Kongo. Greenpeace memperkirakan bahwa kegiatan yang diekspos tersebut kemungkinan telah merugikan pemerintah di kedua negara hingga hampir mencapai $10 juta dalam bentuk pendapatan.[2]

Pelanggaran-pelanggaran terhadap CITES

Konvensi PBB mengenai Perdagangan Internasional Spesies Langka (UN Convention on the International Trade in Endangered Species / CITES) menerapkan pengendalian terhadap perdagangan internasional spesies tertentu. Spesies yang terancam punah jika perdagangan internasional terus berlangsung tanpa regulasi bisa ditambahkan ke dalam satu dari tiga Lampiran Konvensi tersebut, sehingga memberikan berbagai batasan terhadap pengiriman antar batas. Manfaat CITES bagi negara-negara yang berjuang untuk menegakkan hukum domestik adalah, sebagai suatu perjanjian internasional, peraturan ini bisa diterapkan di negara-negara tujuan atau pasar, tidak hanya negara sumber.

Berdasarkan definisinya, CITES mengatur spesies yang semakin langka dan, pada akhirnya, biasanya bernilai tinggi. Spesies langka ini termasuk beberapa spesies Dalbergia yang ditargetkan sebagai kayu mawar yang berharga, dan Mahoni Daun Lebar. Untuk memungkinkan ekspor produk-produk dengan spesifikasi tertentu dibawah daftar spesies CITES, perusahaan harus memperoleh suatu izin dari Otoritas Pengelolaan CITES (CITES Management Authority) di negara sumber pasokan. Untuk spesies pada Lampiran III yang diekspor dari negara-negara selain negara yang berada dalam daftar, diperlukan Sertifikat Asal CITES (CITES Certificate of Origin). Dalam contoh-contoh lainnya, diperlukan Izin Ekspor CITES (CITES Export Permit). Izin ekspor hanya bisa diterbitkan jika kayu dipasok secara legal dan (untuk Lampiran II) jika ekspor tersebut tidak “membahayakan kelangsungan hidup spesies tersebut”.[3] Meskipun peraturan ini menyediakan lapisan tambahan bagi perlindungan dan pengawasan terhadap beberapa spesies lindung, ia sering dilanggar.

Kayu yang dikenai ketentuan pengendalian CITES namun tidak memiliki dokumen yang diharuskan kemungkinan diseludupkan dengan menggunakan deklarasi palsu sebagai spesies lain, dengan deklarasi palsu sebagai kategori produk yang tidak termasuk dalam daftar, atau melalui pengiriman yang melebihi batas yan diizinkan. Bahkan ketika pengiriman sudah dicakup dalam izin CITES, tindakan pelanggaran hukum sering dilakukan. Perizinan bisa diperoleh melalui penipuan, diterbitkan melalui korupsi, atau dipalsukan. Contoh-contoh praktik ini untuk kayu yang terdaftar dalam CITES telah didokumentasikan selama beberapa tahun belakangan di Peru dan Republik Demokratik Kongo [lihat Studi Kasus 6]. Pengiriman dengan izin CITES yang valid dikecualikan dari EUTR.

[1] http://rem.org.uk/documents/FM_REM_CAGDF_OIFLEG_Briefing_Note_3.pdf

[2] Greenpeace International, Conning the Congo, July 2008, http://www.greenpeace.org/international/Global/international/planet-2/report/2008/7/conning-the-congo.pdf

[3] https://cites.org/eng/disc/how.php

9. Melakukan investigasi terhadap pengangkutan, pemrosesan dan perdagangan

Jejak dokumen

Ketika kayu bergerak dari tempat pemanenan menuju titik ekspor, kayu harus didampingi oleh dokumen-dokumen yang menunjukkan sumbernya. Cakupan dan kompleksitas sistem ‘lacak balak’ resmi ini berbeda-beda antar negara. Di Brazil, misalnya, ada database elektronik mengenai ‘kredit’ yang dipertukarkan dari produsen dan seterusnya melalui rantai pasok. Di negara-negara lain, sistem tersebut sudah ada sebagian besar dalam dokumen cetak, dan kemungkinan tidak akan melalui proses sekunder. Menganalisa data ini bisa memberikan bukti pelanggaran melalui rantai pasok, dan juga memungkinkan mengungkap hubungan antara kayu yang dipanen secara ilegal hingga diekspor.

Di Brazil, misalnya, Greenpeace dapat mengidentifikasi pabrik-pabrik penggergajian yang membeli kayu yang ditanggung oleh kredit dari wilayah-wilayah dimana ditemukan berbagai pelanggaran. Dari pabrik-pabrik penggergajian tersebut mereka mampu mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang menjual kayu ke pasar ekspor [lihat Studi Kasus 8].

Di Indonesia, hubungan antara panen dan pabrik penggergajian dijelaskan dalam rencana bahan mentah yang disusun oleh pabrik-pabrik penggergajian. Catatan tersebut, setiap tahunnya, merupakan rencana sumber perusahaan-perusahaan pemrosesan kayu yang akan digunakan selama setahun ke depan, dan secara otomatis memperhitungkan basis pasokan selama tahun yang sebelumnya. Dokumen ini mencatat perusahaan berdasarkan namanya, yang kemungkinan menyertakan wilayah-wilayah konsesi dimana pelanggaran-pelanggaran operasional maupun bentuk-bentuk lain penebangan liar telah teridentifikasi. Dari pabrik penggergajian, kayu tersebut bisa berpotensi dilacak ke pasar melalui beberapa cara, termasuk pertemuan rahasia, atau penelusuran mundur yang diawali di pasar (lihat beberapa bab setelah ini). Akses terhadap data ini bisa diperbaiki dengan signifikan oleh kasus yang dimenangkan oleh LSM Forest Watch Indonesia melawan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dibawah UU Keterbukaan Informasi Publik [lihat Tool Box: keterbukaan informasi].

Izin Ekspor CITES, yang bisa diakses, menyediakan aliran sumber informasi yang bermanfaat lainnya, karena informasi tersebut diterbitkan oleh para eksportir. Dalam suatu contoh, Izin Ekspor CITES dari Peru yang di referensi silang dengan laporan-laporan penegakan hukum resmi pemerintah, telah memungkinkan pengidentifikasian lebih dari 100 ekspor yang terkait dengan hutan, dimana terjadi kegiatan pelanggaran hukum yang serius [lihat Studi Kasus 6].

Potensi untuk mereplikasi investigasi-investigasi yang seperti ini akan tergantung pada ketersediaan berbagai dataset yang berbeda, aksesibilitas dan keterandalan data set tersebut. Beberapa investigasi di Brazil dan Peru mendemonstrasikan bahwa pelanggaran hukum yang rumit pada sumber pasokan, pencucian dan rantai pasok yang tidak jelas bisa terhubung melalui ekspor jika datanya tersedia.

Investigasi Lapangan melalui observasi

Di beberapa negara dimana data tidak tersedia, memiliki kualitas yang buruk atau tersembunyi di balik dinding birokrasi, beberapa bagian rantai pasok bisa terlihat melalui observasi langsung. Melacak kayu gelondongan dari berbagai sumber di sepanjang rantai secara logistic sulit terjangkau, atau tidak mungkin dilakukan. Meskiupun demikian, penandaan kayu [lihat Tool Box: Penandaan Kayu] bisa membantu mengidentifikasi sumber kayu di hilir, bahkan sejauh pasar-pasar di benua-benua yang berbeda.

EIA telah mengidentifikasi kayu yang dipasok dari militer Vietnam di sepanjang rantai pasok, dari hutan-hutan di Laos sampai dengan pemeriksaan di perbatasan dan lebih jauh lagi, dengan menggunakan label yang unik. Metode yang sama bisa digunakan di negara-negara yang berbeda, asalkan perusahaan-perusahaan dan para petugas memanfaatkan penandaan-penandaan individu yang secara legal diwajibkan, dan para investigator bisa mengartikannya.

Metodologi ini bisa digunakan ketika berbagai investigasi dimulai pada tahap ini dan lebih ditujukan untuk mengidentifikasi berbagai pelanggaran pengangkutan dan pelanggaran ekspor, ketimbang tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan pada titik pemanenan. Misalnya, EIA telah mendokumentasikan dan menyoroti pelanggaran-pelanggaran terhadap berbagai ketentuan ekspor kayu melalui wilayah utara Myanmar yang berbatasan dengan Cina, tanpa menelusuri kayu tersebut kembali ke titik pemanenan [lihat Studi Kasus 7].

Para investigator bisa juga memperoleh informasi dari para sopir truk kayu atau orang-orang yang tinggal atau bekerja di sepanjang rute pengangkutan kayu. Percakapan-percakapan yang sedemikian harus dilakukan dengan hati-hati, namun bisa membantu menentukan dari mana kayu berasal, atau kemana perginya. Para pekerja junior juga bisa didekati di tempat-tempat penebangan, pondok atau restoran. Jika hal ini dilakukan, merupakan hal yang penting untuk punya cerita samaran yang masuk akal untuk memberikan pembenaran akan kehadiran investigator di wilayah tersebut dan ketertarikan mereka terhadap kegiatan-kegiatan penebangan. Jika para investigator bertindak sebagai turis, merupakan hal yang masuk akal jika mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan karena pada umumnya penasaran, meskipun pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak bisa terlalu rinci atau memancing. Jika para investigator adalah dan bisa dianggap sebagai orang lokal, mereka bisa berpura-pura ingin bekerja dengan perusahaan penebangan atau pengangkutan, sehingga bisa dimaklumi jika mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memancing.

Seharusnya keputusan untuk melakukan percakapan-percakapan atau interaksi-interaksi yang sedemikian bisa ditentukan sebelum melakukan perjalanan, tergantung rencana perjalanan dan sifat investigasi. Keputusan-keputusan mengenai bagaimana hal ini akan dilakukan harus dimasukkan ke dalam perencanaan pra-perjalanan [lihat Boks: Mengurangi berbagai resiko dalam investigasi lapangan]. Keinginan mungkin muncul untuk merekam percakapan-percakapan tersebut secara tersembunyi, jika tersedia peralatan yang bisa membuat hal ini aman [lihat Tool Box: Merekam bukti secara tersembunyi].

Bahkan ketika investigasi jejak dokumen telah menghasilkan bukti jelas tindakan pelanggaran hukum dan menunjukkan hubungan antara rantai pasok, investigasi melalui observasi lapangan dapat memberikan informasi lebih jauh. Investigasi yang seperti ini hendaknya dipandang sebagai tahap kedua dari investigasi lapangan yang diidentifikasi dalam Bagian 7, dengan melakukan berbagai persiapan, pendekatan dan pengurangan resiko yang serupa [lihat Resiko: Mengurangi berbagai resiko dalam investigasi lapangan].

Cara ini terutama bisa efektif ketika rantai pasok kayu terkonsolidasi, dimana perusahaan-perusahaan yang sama yang terlibat dalam penebangan, juga menjual kayu langsung ke pasar ekspor. Hal ini bisa dilihat di Republik Demokratik Kongo, misalnya, dimana Greenpeace telah mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam penebangan liar menjual kayu-kayu gelondongan dan kayu gergajian langsung ke negara-negara di Eropa dan AS. Disana keterkaitannya dengan pasar bisa terlihat setelah menggunakan metode-metode tersembunyi dan menginterogasi data perdagangan [lihat Bagian 10], meskipun investigasi lapangan melalui observasi di pelabuhan-pelabuhan bisa memberikan petunjuk untuk mendampingi tahap-tahap selanjutnya ini dalam investigasi tersebut.

Investigasi rahasia

Investigasi rahasia, atau samaran, terbukti merupakan metode yang paling efektif pada tahap ini dalam rantai pasok. Penyamaran sebagai pedagang kayu telah dimanfaatkan, hingga menghasilkan dampak yang signifikan, oleh Global Witness, EIA, Earthsight dan lainnya selama 20 tahun belakangan. Kegiatan tersebut telah menghasilkan informasi yang membongkar sisi internal korupsi dan suatu wawasan yang belum pernah ada sebelumnya mengenai karakteristik perdagangan ilegal.

Meskipun demikian, melakukan rapat tatap muka formal dan kunjungan-kunjungan perusahaan melalui penyamaran membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang signifikan dan memiliki resiko yang signifikan. Hasilnya, investigasi rahasia yang canggih ini sebaiknya tidak dilakukan tanpa pelatihan dari para ahli. Meskipun demikian, ketika dilakukan secara jarak jauh melalui telepon atau email, metode-metode penyamaran bisa digunakan dengan aman tanpa pelatihan khusus. Pada tahun 2010, misalnya, penelitian samaran lewat telpon telah membantu menunjukkan hubungan pemasok antara Indonesia dan Inggris Raya [lihat Studi Kasus 11].

Pada tahap ini dalam suatu investigasi, profil perusahaan manapun yang ingin diteliti perlu dikembangkan, termasuk detail kontak [Lihat Pustaka: Membangun profil perusahaan]. Ketika hal ini telah diperoleh, para investigator bisa dengan aman melakukan pendekatan tersembunyi jarak jauh (melalui telepon atau email). Para investigator bisa memilih untuk menyamar sebagai calon pembeli atau penjual kayu, sebagai seorang jurnalis atau sebagai seorang peneliti akademis. Penelitian yang menyeluruh merupakan hal yang penting ketika memilih dan menginformasikan cerita samaran [lihat Pustaka: Mengembangkan cerita samaran untuk digunakan dalam investigasi rahasia].

Berikut ini merupakan beberapa jenis informasi yang seringkali bisa diperoleh melalui pendekatan terhadap perusahaan dengan cara ini:

  • Spesies yang mereka gunakan.
  • Produk-produk apa yang mereka jual.
  • Volume produk-produk yang mereka jual.
  • Sumber kayu yang dimanfaatkan dalam produk-produk mereka.
  • Kepada siapa atau ke negara/wilayah mana mereka menjual produk-produk mereka.
  • Sejauh mana rantai pasok mereka terintegrasi. Misalnya, apakah mereka terlibat dalam pemanenan di hulu, dan/atau ekspor di hilir.

Berbagai langkah harus diambil untuk memastikan bahwa identitas asli investigator tidak dapat dilacak. Mereka tidak boleh menggunakan nama asli, alamat email pribadi, dan data yang diperoleh melalui cara-cara ini harus dimasukkan ke dalam katalog yang baik untuk digunakan sebagai referensi ke depan. Untuk metode-metode yang bisa digunakan untuk merekam interaksi rahasia, lihat Pustaka: Merekam bukti secara diam-diam.

10. Penelusuran maju sampai konsumen akhir

Meskipun serangkaian luas informasi memiliki potensi manfaat dalam membantu memperbaiki efektivitas EUTR atau Lacey, suatu investigasi independen idealnya akan menciptakan koneksi langsung yang melibatkan UE atau AS.

Poin awal: Titik expor atau pasar

Ada dua metode yang bisa digunakan untuk menemukan koneksi antara kayu ilegal di negara-negara asal dan tujuan-nya: pelacakan ke depan dari sumbernya, dan melacak kebelakang dari tempat tujuan:

  • MEMULAI DARI TEMPAT ASAL: Mengikuti produk-produk tertentu yang diketahui atau dicurigai dipasok secara ilegal dari suatu negara produsen menuju dan ke dalam negara konsumen
  • MEMULAI DARI TEMPAT TUJUAN: Melacak produk-produk berisiko tinggi ke belakang dari suatu negara konsumen ke negara asalnya, untuk mencari tahu apakah kayu tersebut ternyata atau mungkin dipasok dengan melanggar hukum.

Menggunakan kedua pendekatan tersebut untuk kasus yang sama kemungkinan diperlukan atau bisa menghasilkan. Misalnya, jika upaya-upaya untuk menelusuri suatu rantai pasok untuk suatu produk khusus ke depan dari negara asal ternyata kurang efektif, mungkin perlu mundur dan berusaha menghubungkan rantai pasok yang sama dengan melacak produk-produk yang relevan ke belakang dari negara tujuan.

Sejauh mana rantai pasok harus dilacak?

Seberapa jauh rantai pasok dipetakan dalam negara konsumen, diluar importir, akan tergantung pada undang-undang yang digunakan dan tujuan akhir penelitian tersebut. Di UE, elemen kunci EUTR hanya diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang pertama kali membawa masuk kayu ke dalam wilayah UE untuk dijual ( “first placer”).[1] Tidak ada langkah penegakan yang bisa dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan lain lebih jauh ke dalam rantai pasok. Meskipun demikian, akan tetap berguna jika bisa diinvestigasi lebih jauh untuk “menyebutkan nama dan mempermalukan” perusahaan-perusahaan lain yang membeli kayu dari perusahaan kayu tersebut.

Jika penelitian yang dilakukan dimulai dari ujung pasar, pengidentifikasian para importir produk-produk khusus bisa dilakukan dengan pelacakan mundur ke pedagang ritel.

Memulai dari asal

Memperoleh informasi dari dokumen catatan pengapalan

Dalam beberapa kasus, informasi mengenai pembeli di luar negeri bisa diperoleh dari pemerintah negara produsen. Dokumen-dokumen resmi terkait ekspor yang dikumpulkan ke lembaga-lembaga pemerintah (termasuk deklarasi bea cukai dan izin-izin khusus seperti Izin Ekspor CITES), atau informasi yang termasuk di dalamnya, bisa dicari melalui permintaan-permintaan resmi dibawah undang-undang Keterbukaan Informasi jika bisa diterapkan [lihat Pustaka: Keterbukaan Informasi]. Meskipun demikian, kemungkinan bahkan ketika ada undang-undang Keterbukaan Informasi, identitas para penjual akan dianggap sebagai informasi rahasia yang bersifat komersil dan dikecualikan.

Untuk beberapa negara, akses terhadap informasi yang terperinci mengenai masing-masing pengiriman kayu dan produk-produk kayu melalui kapal bisa diperoleh melalui database pengapalan (shipping database). Database ini biasanya meliputi penjelasan mengenai barang-barang di setiap pengapalan, kuantitas dan identitas pemasok (‘pengirim’ / ‘shipper’) dan juga pembeli (‘penerima barang’ / ‘consignee’). Database tersebut seringkali dibuat berdasarkan manifest kapal yang dikelola oleh jalur pelayaran utama, dan tersedia melalui layanan langganan berbayar untuk ekspor dari dan/atau impor ke beberapa pemasok kayu utama dan negara-negara konsumen. Misalnya, Environmental Investigation Agency menggunakan catatan pengiriman impor AS[2] untuk membantu mencari tahu hubungan antara bahan lantai oak Rusia yang dipasok oleh suatu perusahaan di Cina kepada perusahaan AS bernama Lumber Liquidators [lihat Studi Kasus 9].

Meskipun belum ada database yang sebagus itu di negara-negara konsumen utama lainnya seperti negara-negara anggota UE, Kanada, Australia atau Jepang, ada database pengapalan yang mencatat penerima barang di negara-negara tersebut untuk ekspor dari banyak negara asal yang berisiko tinggi, termasuk Rusia, Ukraina, Indonesia, Brazil, Kolombia, Bolivia, Ekuador dan Meksiko. Meskipun tidak terlalu bermanfaat untuk mencari tahu koneksi rantai pasok, database pengapalan yang hanya memberikan identitas perusahaan-perusahaan pengekspor tersedia di beberapa negara lainnya di Amerika Latin.

Ketika masing-masing catatan pengapalan tidak tersedia bagi suatu negara, masih mungkin untuk memperoleh kumpulan data terkait impor atau ekspor oleh perusahaan-perusahaan tertentu selama suatu periode tertentu. Di Cina, misalnya, ada peluang untuk bisa menentukan perusahaan-perusahaan mana yang mengimpor seberapa banyak suatu kategori tertentu produk kayu (sebagaimana dijelaskan dalam kode bea cukai yang terperinci) dari suatu negara pemasok tertentu selama periode waktu tertentu. Di Inggris Raya, pemerintah menerbitkan daftar semua perusahaan yang telah mengimpor produk-produk dibawah kode bea cukai tertentu dalam bulan tertentu, meskipun tidak menyediakan kuantitas atau penjelasan berdasarkan negara pemasok.

Salah satu kelemahan database pengapalan adalah identitas penjual dan pembeli sering kali dihapus atau ditutupi dibalik nama perusahaan ekspedisi muatan atau logistik. Jika hal itu terjadi, penting halnya untuk memeriksa informasi lain mengenai pengapalan tertentu yang termasuk dalam database tersebut, seperti rincian deskripsi komoditas atau informasi terkait penandaan, dimana kemungkinan mencantumkan nama pembeli atau pemasok, atau kode atau singkatan yang menunjukkan identitas mereka [lihat Pustaka: Mengidentifikasi para pemasok dengan menggunakan kode skema sertifikasi]. Dalam kasus Lumber Liquidators, misalnya, catatan pengiriman telah mencantumkan identitas pengirim dan penerima yang tidak terdapat pada kolom yang relevan, meskipun demikian informasi tersebut terdapat dalam deskripsi produk [lihat Studi Kasus 9].

Diperlukan kehati-hatian ketika melakukan pencarian terhadap database tersebut. Karena informasi tersebut biasanya datang dari berbagai dokumen berbeda yang tidak sama dengan yang secara resmi dikumpulkan ke bea cukai, sering ada kesalahan informasi yang disertakan terkait kode cukai atau negara asal.

Memperoleh informasi dengan menggunakan pendekatan samaran atau investigasi lapangan

Metode-metode samaran jarak jauh yang dijelaskan dalam Bagian 9 di atas bisa dimanfaatkan untuk mencoba mencari tahu informasi secara langsung dari perusahaan-perusahaan pengekspor mengenai pelanggan mereka di luar negeri. Ketika para pemasok enggan untuk menyebutkan nama konsumen mereka kepada para investigator yang menyamar sebagai calon pembeli, suatu pendekatan sebagai seorang jurnalis atau peneliti akademis bisa lebih berhasil. Informasi tambahan bisa diperoleh melalui observasi langsung. Meskipun peluang-peluang terbaik untuk observasi yang seperti itu bisa diperoleh dari kunjungan-kunjungan perusahaan secara rahasia (yang tidak disarankan tanpa pelatihan khusus), jika para investigator mengetahui lokasi suatu perusahaan pemasok [lihat Kotak: Membangun profil perusahaan] suatu hal yang mungkin bisa dilakukan adalah menengokat kayu atau produk-produk kayu di pekarangan perusahaan, yang bisa terlihat dari luar. Produk-produk ini seringkali memiliki penandaan yang memberikan petunjuk terkait identitas para pembeli di luar negeri.

Mengawali dari tempat tujuan

Kemungkinan untuk menghubungkan suatu produk ke sumber pasokan ilegal tertentu sangat sempit ketika dilakukan ke belakang dari akhir suatu rantai pasok. Meskipun demikian, hasil-hasil yang bermanfaat tetap bisa diperoleh bahkan ketika sumbernya tidak diidentifikasi secara konklusif. Misalnya, merupakan hal yang mungkin untuk meminta suatu perusahaan untuk berhenti membeli dari suatu sumber pasokan tertentu jika bisa ditunjukkan bahwa suatu produk dihasilkan dari sumber yang berisiko tinggi dan tidak jelas, terutama jika bisa ditunjukkan bahwa klaim pembeli terkait asal produk tersebut adalah palsu.

Dalam UE, bukti-bukti yang sedemikian cukup kuat, karena bisa digunakan untuk mendorong langkah penegakan dibawah ketentuan-ketentuan uji tuntas EUTR. Jika suatu perusahaan tidak mengetahui – atau bahkan telah ditipu terkait – sumber kayu, maka resiko pelanggaran hukum tidak bisa dikurangi dengan pas.

Mengidentifikasi ritel yang menjual produk-produk berisiko tinggi dan memperoleh informasi terkait pemasokan

Langkah pertama dalam suatu investigasi yang diawali pada titik akhir rantai pasok adalah menyempitkan pencarian ke produk kayu tertentu yang berisiko tinggi. Pilihan dari produk kayu tersebut akan bergantung pada analisa resiko, yang menimbang berbagai faktor termasuk tingkat pelanggaran hukum negara sumber dan spesies yang digunakan. Spesies kayu tropis yang pada umumnya berisiko tinggi, misalnya, dan biasanya digunakan dalam produk-produk kayu relatif dalam jumlah kecil. Analisa data perdagangan bilateral yang bisa diakses publik (dari UN COMTRADE[3]  atau Eurostat[4]) bisa dimanfaatkan untuk membantu menentukan produk-produk yang ingin diteliti, terutama ketika data perdagangan membagi produk-produk tersebut sehingga suatu tingkatan yang memungkinkan produk-produk yang berisiko tinggi untuk dibedakan dari produk-produk yang berisiko rendah [lihat Pustaka: Memanfaatkan data perdagangan].

Setelah produk kayu tertentu yang berisiko tinggi teridentifikasi, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi perusahaan-perusahaan utama yang memperdagangkan produk tersebut di negara konsumen yang ingin diselidiki. Ketika ada untuk ekspor atau impor dari negara yang ingin diperiksa, catatan pengapalan merupakan suatu titik permulaan. Yang lainnya adalah pemeriksaan catatan keanggotaan untuk asosiasi perdagangan yang relevan. Pencarian website secara umum juga bisa produktif [lihat Pustaka: Sumber informasi online].

Setelah suatu daftar pendek perusahaan dibuat, informasi yang lebih jauh mengenai produk-produk relevan yang dijual dan diperdagangkan bisa diperoleh dari website dan brosur perusahaan. Setelah semua informasi yang tersedia bagi publik ditelusuri, kontak langsung bisa dilakukan dengan perusahaan untuk mencari tahu lebih jauh, baik secara rahasia, dengan menyamar sebagai calon pembeli, yang berusaha memastikan asal produk tersebut, atau secara terbuka. Jika informasi pada langkah selanjutnya yaitu  dengan penelusuran mundur di sepanjang rantai pasok bisa diperoleh (seperti importir lokal), maka pertanyaan yang sama bisa ditujukan kepada perusahaan tersebut.

Selain mencari informasi yang tersedia bagi publik dan melakukan kontak dengan perusahaan yang ingin diteliti, pemeriksaan penandaan pada produk-produk atau kemasan selama kunjungan ke outlet-outlet ritel, tempat penyimpanan kayu atau depot-depot distribusi juga bisa mengungkap informasi mengenai pemasok. Investigasi-investigasi yang sedemikian membutuhkan pengetahuan mengenai penandaan yang digunakan di negara asal pasokan kayu [lihat Pustaka: Penandaan kayu dan Pustaka: Mengidentifikasi pemasok dengan menggunakan kode sertifikasi], dan bukti tindakan pelanggaran hukum di negara-negara tersebut.

Informasi mengenai perusahaan-perusahaan lain yang terlibat pada berbagai tahapan berbeda dalam suatu rantai pasok, selain dalam pemanenan, juga bisa dipastikan oleh penandaan pada produk-produk atau kemasan. Dalam beberapa kasus, nama para pemasok, pabrik, importir atau ritel kemungkinan diberikan. Bahkan ketika tidak diberikan, beberapa penandaan lain bisa menjadi suatu petunjuk. Banyak pemasok, pembeli dan pedagang kayu besar yang juga menggunakan logo tertentu, yang bisa dalam bentuk cat yang disemprotkan pada kayu-kayu gelondongan, kayu gergajian atau triplek bahkan ketika tidak memberikan nama lengkap.

Singkatan atau inisial pemasok atau pembeli juga dapat ditunjukkan, mungkin sebagai bagian dari suatu kode untuk pengiriman tertentu. Kode-kode dari sertifikat-sertfikat yang diterbitkan oleh seorang pemasok yang menjamin kualitas, kesehatan dan keselamatan atau keberlanjutan suatu produk juga bisa disertakan, dan bisa digunakan untuk mengidentifikasi pemasok [lihat Pustaka: Mengidentifikasi para pemasok dengan menggunakan kode skema sertifikasi].

Bukti pada kayu itu sendiri

Informasi bisa diperoleh dengan mempelajari produk-produk kayu itu sendiri, dengan menggunakan berbagai teknologi dengan serangkaian kompleksitas [lihat Pustaka: Teknologi-teknologi untuk mengidentifikasi spesies dan asal geografis]. Hal ini merupakan area yang masih berkembang, pada saat ini terbatas pada penggunaan-penggunaan yang cukup speksifik namun dengan potensi yang cukup besar.

Pada umumnya, hal ini terbatas pada menentukan apakah suatu produk kayu terdiri atas spesies kayu tertentu. Penentuan-penentuan yang sedemikian, yang dibuat berdasarkan anatomi kayu, DNA atau analisa serat, bisa digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu produk bukan yang di klaim oleh seorang pembeli. Dengan sendirinya, hal ini bisa mengarah ke suatu langkah penegakan (untuk deklarasi palsu dibawah Lacey, atau pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan uji tuntas EUTR), atau sebaliknya mengingatkan seorang pembeli untuk berganti pemasok dan mengurangi resiko yang tinggi dan sumber pasokan yang berpotensi illegal. Di Inggris Raya, misalnya, Otoritas Kompeten EUTR menggunakan anatomi kayu untuk mendemonstrasikan berbagai kegagalan uji tuntas yang dilakukan para importir triplek kayu keras Cina; 70 persen sampel yang dikaji memiliki permukaan (veneer) kayu triplek dari spesies yang berbeda dari yang dinyatakan. [5]

Terkadang, informasi mengenai spesies kayu bisa berjalan lebih jauh dan membantu mendemonstrasikan tindakan pelanggaran hukum. Hal ini bisa mendemonstrasikan, misalnya bahwa suatu produk dibuat dari spesies kayu yang dilindungi atau memiliki peraturan khusus. Pada tahun 2010, LSM AS World Resources Institute melakukan analisa serat pada produk-produk kertas dari Indonesia yang dijual di AS, dan menemukan serat kayu Ramin, suatu spesies yang tidak boleh dipanen di Indonesia dan dilindungi peraturan perdagangan internasional di bawah CITES. [6] Dalam suatu contoh lain, penyitaan terbesar kayu illegal hingga saat ini di Inggris terjadi pada tahun 2002, ketika para petugas bea cukai menggunakan anatomi kayu untuk menunjukkan bahwa suatu kiriman cetakan bingkai gambar berbahan kayu Ramin dari Indonesia telah diimpor dengan menggunakan nama spesies palsu tanpa memiliki dokumen-dokumen CITES sebagaimana diperlukan. [7] Pemalsuan spesies kayu dalam deklarasi impor tanaman sebagaimana diwajibkan dibawah Lacey Act merupakan suatu pelanggaran di AS, bahkan ketika tidak ada bukti lain yang menunjukkan bahwa kayu tersebut dipasok secara illegal.

Dalam suatu cakupan yang terbatas, pemeriksaan spesies kemungkinan juga memberikan informasi yang bermanfaat terkait asal geografis. Misalnya, mungkin bisa didemonstrasikan bahwa spesies tersebut tidak mungkin berasal dari negara tempat panen yang diklaim oleh perusahaan tersebut, karena wilayah tersebut bukan merupakan wilayah dimana spesies tersebut tumbuh secara alami. DNA dan teknologi lainnya, Stable Isotope Analysis, bias digunakan lebih jauh dan memberikan informasi yang terkait dengan asal geografis sampel dari suatu spesies. Misalnya, analisa isotope telah digunakan oleh EIA[8] dan WWF[9] untuk mendemonstrasikan bahwa produk-produk kayu ek yang dijual di AS dan Inggris diproduksi dari ek yang berasal dari Timur Jauh Rusia, suatu wilayah yang terutama berisiko tinggi terkait dengan pelanggaran hukum.

Meskipun demikian, manfaat dari teknik-teknik ini untuk menentukan asal geografis masih sangat terbatas, dengan tidak adanya database referensi  sampel yang terperinci yang memadai dari lokasi-lokasi yang telah diketahui. Pada saat ini, informasi yang telah tersedia bisa paling maksimal menentukan negara asal kayu Ek dan beberapa spesies kayu tropis komersil besar lainnya dari Afrika, Asia Tenggara dan Latin Amerika. Penentuan negara asal itu sendiri bisa membantu memberikan indikasi adanya pemanenan ilegal hanya dalam situasi-situasi yang paling unik, meskipun hal ini bisa mengindikasikan klaims yang dipalsukan dan menunjukkan kekurangan pada uji tuntas, dan bisa juga digunakan untuk membuktikan perdagangan ilegal, seperti pemalsuan deklarasi Lacey Act.

[1] Though companies further down the supply chain are required to maintain records.

[2] www.piers.comwww.panjiva.com

[3] UN COMTRADE – comtrade.un.org

[4] http://ec.europa.eu/eurostat/data/database

[5] Pillet, N. & Sawyer, M. ‘EUTR: Plywood imported from China’, National Measurement Office, February 2015, https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/402325/Chinese_Plywood_Research_Report.pdf

[6] Hanson, C. & Nogueron, R., ‘Risk Free? Paper and the Lacey Act’, WRI, 15th Nov 2010, http://www.wri.org/blog/2010/11/risk-free-paper-and-lacey-act

[7] EIA/Telapak, ‘The Ramin Racket: The Role of CITES in Curbing Illegal Timber Trade’, September 2004, https://eia-international.org/wp-content/uploads/The-Ramin-Racket-Low-Res.pdf

[8] EIA, ‘Liquidating the Forests: Hardwood Flooring, Organized Crime, and the World’s Last Siberian Tigers, 2013, http://eia-global.org/images/uploads/EIA_Liquidating_Report__Edits_1.pdf

[9] WWF, Do Timber Products in the UK Stack Up?, 2015, Pages 12-14 http://assets.wwf.org.uk/downloads/timber_testing_report_may15.pdf

11. Mengkaji bukti

Tujuan utama dari panduan ini, dan jenis investigasi yang dibahas di sini, adalah untuk mendukung penegakan hukum di sektor kayu yang lebih baik. Meskipun demikian, tidak setiap investigasi akan mengarah pada kasus yang bisa ditindak-lanjuti. Meskipun para investigator kemungkinan berupaya membangun suatu badan pembuktian yang cukup kuat dan terperinci untuk melakukan penuntutan berdasarkan Lacey Act atau EUTR, hal ini bisa juga terbukti tidak mungkin untuk dilakukan.

Dalam hal ini, ada beberapa cara lain dimana bukti yang terdokumentasikan dengan baik dan disajikan dengan baik bisa membantu implementasi hukum, memperbaiki hukum dan mempengaruhi perilaku sektor swasta. Ada berbagai opsi yang tersedia untuk melakukan penegakan dan advokasi, tergantung dari kekuatan dan jenis bukti yang dikumpulkan selama investigasi.

Selama melakukan penelitian, para investigator harus secara konsisten menanyakan apakah mereka sudah mencapai batas tertentu dimana berbagai temuan sebaiknya dikemas dan dipublikasikan, dipresentasikan ke lembaga-lembaga penegak hukum, atau keduanya. Merilis bukti terlalu cepat bisa kontraproduktif – bukti tersebut mungkin masih kurang lengkap dan belum cukup untuk menciptakan perubahan, dan mengurangi kemampuan untuk melakukan investigasi lebih jauh. Di AS, secara hukum tidak diperkenankan pula untuk menerbitkan informasi tambahan pada suatu kasus yang sudah diajukan kepada para otoritas, sehingga penting halnya bahwa seluruh kemungkinan bukti sudah dikumpulkan sebelum dilakukan pengajuan. Namun menyimpan bukti terlalu lama juga sama-sama bisa kontraproduktif – validitas bukti seringkali berkurang seiring dengan berjalannya waktu, dan metode-metode dan rantai pasok bisa berubah.

Penting untuk secara konsisten mengakses status investigasi, dengan mempertimbangkan berbagai opsi yang tersedia jika kasus tersebut diekspos sekarang, dan jika investigasi lebih lanjut akan memperbaiki opsi-opsi tersebut. Opsi-opsi utama yang bisa dipertimbangkan ketika mengkaji temuan-temuan investigasi adalah sebagai berikut. 

Penegakan

Jika ada bukti yang menunjukkkan hubungan rantai pasok dari sumber pasokan sampai dengan AS atau UE, yang sudah dilengkapi beberapa bukti terkait tindakan pelanggaran hukum, informasi tersebut bisa diberikan kepada lembaga-lembaga penegak hukum di wilayah yurisdiksi yang relevan. Informasi tersebut tidak harus lengkap, karena lembaga-lembaga penegak hukum bisa melakukan penyelidikan ketika ada kasus yang meyakinkan bahwa mereka harus melakukannya. Dalam UE, komponen uji tuntas EUTR mengenalkan potensi melaporkan suatu kasus kepada penegak hukum bahkan jika sumber produk tersebut masih belum jelas. Pada saat yang sama, semakin lengkap bukti yang diajukan, semakin besar kemungkinan bahwa suatu tindakan dapat dan akan diambil.

Mengekspos rantai pasok berisiko tinggi

Ketika ada bukti dimana kayu dengan jumlah yang cukup signifikan yang bersumber dari tempat tertentu adalah ilegal, informasi ini bisa disajikan kepada lembaga-lembaga penegak hukum dan diekspos ke publik, baik ketika ada maupun tidak ada hubungan yang jelas dengan perusahaan tertentu di pasar konsumen akhir. Kegiatan ini bisa membantu lembaga-lembaga penegak hukum dalam memonitor perusahaan-perusahaan yang berada di dalam wilayah yurisdiksinya, mendorong mereka untuk memperhatikan produk-produk dari sumber tertentu. Jika informasi tersebut secara umum diekspos, baik melalui media atau dengan cara mengedarkan informasi tersebut ke suatu audien tertentu, hal ini bisa menciptakan ‘efek segan’ terhadap impor dari sumber yang sama. Perusahaan-perusahaan di UE harus melakukan uji tuntas pada impor, sementara perusahaan di AS dikenai sangsi-sangsi yang lebih berat jika mereka gagal untuk berhati-hati. Memastikan bahwa mereka telah memperoleh informasi yang cukup seharusnya bisa mendorong mereka untuk melakukan  pengawasan yang lebih ketat terhadap sumber-sumber pasokan yang berisiko tinggi.

Mengekspos isu-isu diluar ranah undang-undang kayu

Banyak investigasi yang bisa memunculkan bukti pelanggaran yang berada di luar undang-undang impor kayu. EUTR dan Lacey Act menggunakan basis hukum negara sumber pasokan; jika negara-negara sumber pasokan tersebut tidak melarang tindakan-tindakan tertentu, undang-undang di negara pasar ini tidak dapat berlaku. Hal ini terutama signifikan ketika terkait dengan hak asasi dan hak lahan. Jika negara-negara tidak secara legal mengenali hak-hak adat masyarakat adat terhadap hutan, EUTR dan Lacey Act tidak dapat digunakan untuk mengadili pengambilan sumber daya alam dari hutan-hutan tersebut. Bukan berarti bahwa mengekspos hal ini ke ranah publik tidak bermanfaat. Jika suatu koneksi rantai pasok secara luas atau spesifik yang menjangkau UE atau AS bisa ditunjukkan, mengekspos hal ini bisa merubah perilaku sektor swasta. Perusahaan-perusahaan di UE dan AS sadar akan pencemaran nama baik, dan resiko-resiko-nya terhadap bisnis mereka jika mereka dikaitkan dengan pelanggaran hak asasi manusia atau kerusakan keragaman hayati.

Mengekspos rantai pasok di pasar yang belum memiliki regulasi

Meskipun UE dan AS mengambil jatah yang paling signifikan dalam perdagangan kayu global, beberapa negara lain mengimpor volume yang signifikan. Beberapa negara ini, terutama Jepang, Cina dan India, terus tumbuh dalam hal perdagangan kayu ilegal, dan tidak memiliki undang-undang seperti EUTR dan Lacey Act. Jika ada investigasi – kemungkinan banyak – yang kemudian mengarah kepada negara-negara ini, Lacey Act dan EUTR bisa diterapkan jika kayu tersebut nantinya di ekspor ulang kembali ke UE atau AS, namun menunjukkan hubungan-hubungan tersebut sangat sulit. Meskipun demikian, Lacey Act dan EUTR disahkan karena adanya tekanan publik – dan, yang penting, bukti – akan luasnya perdagangan kayu ilegal. Tekanan semakin besar di Cina dan Jepang untuk mengenalkan legislasi yang serupa. Mengekspos rantai pasok ilegal ke negara-negara ini bisa mendukung upaya-upaya tersebut. Dengan demikian, merupakan hal yang bermanfaat untuk mengekspos kasus tersebut ke ranah publik, namun juga berupaya untuk menyediakan bukti-buktinya secara formal ke lembaga-lembaga pemerintah baik di negara sumber pasokan maupun pasar.

Investigasi yang lebih mendalam atau lebih luas

Kemungkinan akan ada suatu titik dalam investigasi dimana diputuskan bahwa tidak mungkin membuktikan suatu kasus terhadap target tertentu, atau bukti tidak mencukupi untuk mendukung suatu hipotesis. Merupakan hal yang penting untuk sangat teliti dan tidak mengabaikan suatu penyelidikan secara keseluruhan terlalu cepat. Menggali lebih dalam dengan lebih terperinci pada target yang lebih ketat dan dipersempit (baik dari segi luas wilayah atau perusahaan), atau memperluas penyelidikan ke wilayah atau rantai pasok yang lebih luas, bisa membawa terobosan-terobosan baru. Proses tersebut bisa membawa berbagai wawasan baru yang memungkinkan investigator untuk kembali ke target asli-nya dengan ide-ide segar.

Jalan buntu

Tidak setiap investigasi akan menghasilkan bukti atau informasi yang dapat ditindak-lanjuti yang dapat memberikan ‘efek segan’ pada suatu rantai pasok. Namun semua investigasi bisa memandu investigasi-investigasi lebih lanjut, meningkatkan pemahaman para investigator mengenai aktor-aktor yang terlibat, dan meningkatkan kegiatan kampanye mereka. Jika diambil keputusan untuk mengakhiri suatu investigasi tanpa mengambil langkah lebih lanjut, beberapa prinsip sederhana harus diimplementasikan untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut tidak terbuang percuma. Seluruh bukti yang dikumpulkan selama investigasi, baik data dalam bentuk cetak maupun digital, harus diarsipkan atau disimpan dengan cara yang sedemikian sehingga dokumen tersebut bisa dengan mudah diperoleh kembali. Harus dibuat satu dokumen yang merangkum tujuan, perkembangan dan kesimpulan investigasi. Dokumen tersebut harus mencantumkan referensi bukti dan catatan mengenai bagaimana cara menemukannya. Harus menjadi bahan pertimbangan bahwa apa yang terlihat seperti suatu jalan buntu bisa muncul kembali dalam waktu beberapa minggu, jika informasi baru muncul. Pada saat itu – baik beberapa minggu atau tahun kemudian – kemampuan untuk mengakses kembali dan memahami suatu investigasi akan terbukti sangat bernilai.

Stay up to date with all Earthsight news & updates

Receive email updates for the latest news and insights from Earthsight and be among the first to read our new investigations.

We keep your data secure and don’t share anything with third parties. Read full terms.